Pages

Minggu, 04 Maret 2007

Tugas : Etika Bisnis dalam Kasus Adam Air

KASUS ETIKA BISNIS DALAM ADAM AIR


A.   PROFIL PERUSAHAAN
Adam Air memiliki nama lengkap Adam SkyConnection Airlines, PT. dengan kode IATA/ICAO yakni KI/DHI. Adam Air berdiri pada 21 November 2002 yang berbasis di Soekarno-Hatta Jakarta dan Medan serta Surabaya sebagai secondary hubs-nya. Pendirinya adalah Agung Laksono dan Sandra Ang. Sementara Gunawan Suherman menjabat CEO dan Adam Adhitya Suherman duduk sebagai President Director.
Adam Air hadir sebagai low-cost carrier, tetapi juga memberikan layanan on-board yang cukup baik dengan harga tiket kompetitif. Mereka mulai beroperasi pada 19 Desember 2003 dengan 2 pesawat Boeing 737 yang disewa (leasing) dari GE Capital Aviation Services. Saat ini Adam Air memiliki 24 pesawat dan melayani 30 rute domestik ke berbagai kota di Indonesia dan dua rute internasional Medan-Penang dan Jakarta-Singapura. Rata-rata Adam Air mampu mengangkut 15.000 penumpang per hari dalam 73 kali penerbangan dengan tingkat book rate 90%. Karena prestasi tersebut, Adam Air menerima penghargaan Award of Merit untuk kategori Low Cost Airline of the Year 2006.

B.   KASUS YANG DIHADAPI PERUSAHAAN
Pesawat Adam Air Boeing 737-400 PK-KKW KI 574 jurusan Surabaya-Manado dikabarkan hilang tak terpantau radar yang seharusnya tiba di Bandara Sam Ratulangi pukul 15.07 WITA. Pesawat ini berangkat dari Bandara Juanda, Surabaya, pukul 13.00 WIB. Menurut sumber dari Bandara Juanda, terakhir kontak dengan pesawat Adam Air ketika pesawat berada di atas perairan Masalembu pukul 14.07 WITA. Sebelumnya pilot sempat menanyakan cuaca setempat. Namun, setelah itu hubungan terputus dan posisi pesawat hilang dari radar.
Pesawat jenis Boeing 737-400 ini memiliki persediaan bahan bakar untuk terbang selama empat jam. Pesawat ini membawa 85 penumpang dewasa, 7 anak-anak dan 4 bayi serta 6 awak. Pesawat berangkat dari Surabaya pukul 13.00 WIB dan dijadwalkan mendarat di Bandara Sam Ratulangi, Manado, pukul 15.07 WITA. Kabarnya, sebelum insiden tersebut, Lanud setempat sempat menangkap sinyal emergensi sebanyak dua kali.
Pesawat Boeing 737-4Q8 PK-KKW dengan nomor serial 24070 LN:1665 pertama kali terbang pada tahun 1989 (18 tahun). Sebelum dibeli Adam Air, pesawat ini dimiliki JAT (11 Desember 2002 sampai dengan 1 Desember 2005). Sebelumnya, pesawat ini pernah digunakan juga oleh British Airways (7 September 1992 sampai dengan 19 Maret 1995). Terakhir pesawat diinspeksi pada 25 Desember lalu dan telah terbang sebanyak 45.371 jam. Meski baru menggunakan pesawat tersebut selama sekitar 1 tahun, Adam Air sebenarnya memelihara pesawat yang sudah cukup uzur. Bandingkan juga dengan Lion Air yang tergelincir di Solo (20 tahun) dan Mandala Air yang gagal take off di Medan (24 tahun). Usia dan Risiko Pesawat  Rekan Marek Bialoglowy pernah menulis soal keamanan berpesawat di Indonesia. Rata-rata umur pesawat yang beroperasi di Indonesia sudah di atas 17 tahun kecuali Garuda Indonesia yang rata-rata umur armadanya hanya 10 tahun. Pesawat Adam Air sendiri rata-rata berumur 18,1 tahun, kecuali sebuah pesawat berusia kurang dari 10 tahun khusus untuk melayani rute Singapura.
Dalam suatu penerbangan, risiko sebenarnya terkait dengan person, behavior, dan environment. Celakanya, behavior sering menjadi aspek yang justru diabaikan. Kalau disiplin demikian diabaikan, akan menimbulkan minor injury yang sama artinya dengan membuka pintu kecelakaan. Memang, faktor usia menyumbang salah-satu risiko kecelakaan. Namun, maintenance juga berperan penting. Mayoritas aircraft di Indonesia memang cukup tua yang berarti lower ownership cost, but higher maintenance cost. Kalau operator tidak patuh pada regulatory requirement, maka aircraft age ditambah bad behavior menjadi penyebab kecelakaan terbesar.
 Di dunia penerbangan, Singapore Airlines dikenal memakai aircraft age sebagai senjata promosinya. Namun, pesawat baru tersebut memang ditunjang dengan operasional yang excellent. Tapi coba kita lihat Adam Air. Dalam kampanye pemasarannya, Adam Air bilang, “Fly with us with our new Boeing 737-400“. Faktanya, pesawat-pesawat tersebut bukan “baru” dalam artian keluar dari pabrik. Kadang kita malah diberangkatkan bukan dengan 737-400, melainkan 737-200 yang lebih tua. Apa namanya kalau bukan misleading dan pembohongan publik?
Di Indonesia, pesawat diperoleh dalam keadaan lease atau buy second hand. Paper work mungkin mengatakan bahwa pesawat airworthy sesuai standar. Namun di Amerika, pesawat yang baru dibeli biasanya diberlakukan aditional maintenance/inspection selama 30 hari. Di Boeing, mereka men-charge US$ 325/jam untuk engineering help kalau pesawat tidak dibeli langsung dari mereka. Padahal, dalam satu kali inspeksi setidaknya bisa mencapai 200 maintenance/repair items yang jelas butuh banyak biaya. Kalau kita lihat pada sambungan badan (fuselage joint) pada pesawat-pesawat tersebut, memang sebenarnya sudah waktunya untuk mereka diistirahatkan. Lihat juga pada bagian sayap yang kotor dan banyak sekali keretakan, engine cover yang mengelupas, dan pintu kabin yang sudah saatnya dipensiunkan. Di dalam kabin, sering kita jumpai headlight yang tidak menyala, air conditioner yang tidak bisa diatur, back rest kotor dan berdebu, serta panel kabin yang usang. Lupakan juga cabin fire properties dan fire containment requirement yang kurang memadai.
Di sistem navigasi/avionics juga terdapat LRU yang seharusnya diganti setelah sekian ribu jam terbang. Jaman sekarang, tidak ada alasan untuk terbang “buta” tanpanya. Korban Mandala dulu pernah menuntut soal ini. Dan di Qantas, mereka menyebutnya “poltergeist manuever.” Nah, pertanyaannya apakah mungkin operator pesawat di Indonesia sanggup membayar harga tersebut? Kemudian, apakah aditional maintenance/inspection tersebut juga dijalankan? Dulu penumpang Adam Air mogok naik pesawat karena pesawat masih putih polos dalam keadaan belum dicat namun dipaksa beroperasi.
Authority dan Regulatory Body  Pihak authority sebenarnya selalu melakukan pengecekan berkala dan mengeluarkan segala aturan modifikasi yang mungkin diperlukan untuk setiap tipe pesawat. Standarnya berlaku internasional mengacu pada FAA. Namun, untuk komponen, pihak authority masih memberikan keleluasaan. Mereka membagi dalam GO/NOGO items. Kategori NOGO berarti peralatan tersebut harus beroperasi dengan baik ketika pesawat akan diterbangkan. Sedangkan GO berarti peralatan tersebut boleh tidak beroperasi dengan catatan:
1.      Ada peralatan lain yang berfungsi sama atau fungsinya bisa di-backup peralatan lain.
2.      Peralatan tersebut tidak bersifat safety.
3.      Ketidakoperasiannya tidak mengganggu peralatan lainnya.
Kebanyakan pesawat yang akan dijual atau disewakan (leasing) memiliki data-data seperti aircraft general, maintenance data, engine data, propeller data, landing gear data, hydrolic data, pilot tube, dan sebagainya yang mengacu pada regulasi yang diterbitkan DGAC/SDKU. Tetapi di Indonesia, data-data tersebut tidak ada atau tidak up to date. Alasannya, jika terjadi audit dikuatirkan biayanya akan sangat mahal. Untuk mengkalibrasi pilot tube juga sangat mahal. Belum lagi dokumen resmi pendukung yang tidak ada (atau ditiadakan) bahkan untuk ground run/run up saja jarang dilakukan.
Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 5 Th. 2006 tanggal 17 Januari 2006 tentang Peremajaan Armada Pesawat Udara kategori Transport untuk Angkutan Udara Penumpang, berbunyi:
PASAL 2: jika ada pesawat baru yang masuk untuk operasi ke Indonesia dari Luar negeri dikenakan umur pesawat maksimal 20 th atau 50.000 cycle.
PASAL 4: jika pesawat sudah masuk dan sudah beroperasi ada/lama di Indonesia dikenakan umur pesawat 35 th atau 70.000 cycle.
Beberapa bulan lalu para pakar dan ahli akademi penerbangan mengadakan evaluasi seluruh pesawat yang beroperasi di Eropa. Hasilnya kemudian ada 90 pesawat yang masuk daftar hitam dan 14 maskapai dicurigai melanggar prosedur. Itu di Eropa, di mana bisnis dijalankan dengan fair dan disiplin serta keselamatan merupakan prioritas.
Bagaimana dengan di Indonesia? kalau hal serupa dilakukan di Indonesia tentu jumlahnya bisa sangat mengejutkan. Jatayu, Bouraq, Pelita (dalam proses) sudah ditutup. Mandala sedang direstrukturisasi. Kartika dan Star belum diketahui kabarnya. Dan mungkin Adam Air juga tinggal menunggu waktu. Dan kalau melihat banyaknya pelanggaran dan kecelakaan yang terjadi, mungkin sudah saatnya juga Peraturan Menteri Perhubungan tersebut direvisi sebelum korban jatuh lebih banyak. Masalah-masalah di darat  ambil contoh penerbangan 2 jam. Mengacu pada batas landing maksimum (maximum landing weight/MZFW), pesawat boleh membawa kargo sampai 2,8 ton yang memberikan keuntungan sekitar US$ 9.000. Asumsikan jumlah penumpang maksimum 150 orang dengan harga tiket US$ 30, maka pendapatan dari tiket hanya separuh dari pendapatan kargo. Dengan hitung-hitungan semacam itu, nyawa seorang penumpang hanya “dihargai” sekitar US$ 60.
Itulah mengapa banyak maskapai penerbangan (termasuk Adam Air) yang sangat memprioritaskan kargo sehingga “agak” mengorbankan keselamatan penumpang. Dalam hal ini, tugas Chief  Pilot hanya:
1.      maximise cargo revenue to the limit
2.      cutting cost to the absolute minimum. Bahkan, Sandra Ang bahkan terkenal dengan quote-nya, “Forget the pax complaints, fill the hold with cargo at all cost.”
Selain kasus keluarnya belasan pilot Adam Air yang kemudian dituntut balik oleh manajemen, Adam Air sebenarnya juga pernah punya masalah dengan Flight Operation Officer (FOO) mereka yang melakukan pemogokan 11 Agustus lalu. FOO menganggap lingkungan kerja yang sudah tidak kondusif serta konflik yang sering terjadi dengan manajemen. Masalah ini membuat operasional mereka sangat terganggu. Kemudian, dari 46 FOO yang melakukan pemogokan, 33 di antaranya langsung dipecat hari itu juga.
Kekosongan ini kemudian membuat Adam Air “mengimpor” FOO dari luar, bahkan FOO yang sebenarnya tidak memiliki lisensi. Mereka tidak memiliki pengetahuan soal Aturan Keselamatan Penerbangan Sipil (Civil Aviation Safety Regulation/CASR), kebutuhan bahan bakar, limit bobot maksimum, dan sebagainya. Adam Air juga melakukan walk-in interview dan langsung mempekerjakan mereka, termasuk applicant yang pernah ditolak sebelumnya. Bahkan mantan district manager Bouraq dan station manager Jatayu dimasukkan juga ke dalamnya. FOO tersebut disupervisi oleh seorang ramp manager yang juga tidak memiliki lisensi. Akibatnya, baik FOO maupun ramp manager sering tidak bisa mengatasi masalah/konflik yang muncul sebelum penerbangan dilakukan. Tugas FOO sendiri sebenarnya untuk mengukur payload agar sesuai dengan performance limit. Tentu saja, tanpa lisensi dan pengetahuan yang memadai, FOO cuma berpikiran selama di pesawat ada space, kenapa tidak diisi saja penuh. Lupakan sejenak soal safety, engine climb, performance, dan sebagainya.
Belum lagi soal korupsi BBM. Ketika captain pilot meminta agar fuel diisi 10.000 kgs, tak jarang ramp hanya memberikan 9.500 kgs. Seperti diketahui, pembelian avtur harus dibayar cash, dan sudah jadi rahasia umum kalau operator sering sekali ngemplang. Tentu saja selain mengundang protes dari pilot itu sendiri, supplier juga komplain kepada senior management karena harus meretur sebanyak 500 kgs. Kalau sudah “ketahuan” begini, biasanya kesalahan akan ditimpakan ke FOO yang sebenarnya tidak tahu apa-apa.
Etika Bisnis Penerbangan,  seperti beberapa maskapai penerbangan di Indonesia: Adam Air, Lion Air, Wings, Batavia, Jatayu, Mandala, dan seterusnya, mayoritas maskapai tersebut didirikan (atau dibeli) dan oleh taipan-taipan bisnis di Indonesia yang sebenarnya menikmati backup dari komunitas bisnis maupun dari para elit politik Indonesia.
Alasan pendirian/pembelian maskapai tersebut lebih didasarkan oleh ego dari masing-masing kelompok bisnis (pet projects). Apalagi uang yang diinvestasikan dalam bisnis tersebut diduga diperoleh melalui illegal means seperti korupsi yang begitu tinggi. Jadi, mereka sebenarnya berbisnis tanpa menanggung risiko apapun karena yang mereka pertaruhkan memang bukan uang mereka. “Nothing to lose.” Urusan analisis pasar, perhitungan bisnis, proyeksi keuangan, dan sebagainya “terpaksa” dipinggirkan terlebih dulu. Tentunya, bisnis yang dijalankan tanpa perencanaan dan strategi yang bagus akan banyak menuai masalah. Apalagi di jaman sekarang. Perusahaan bagus dengan visi misi yang jempolan saja banyak yang berguguran. Lalu, bagaimana dengan bisnis penerbangan tersebut? Apalagi pemiliknya bukan orang yang mempunyai pengetahuan/pengalaman di dunia airlines. Di Indonesia, dengan uang dapat membeli apapun. Kalau ada kasus tertentu, masalah ijin/perpajakan, tuntutan hukum, atau kegagalan sistem yang mengakibatkan risiko kecelakaan, bisa diatasi dengan negosiasi dan amplop. Dan itu sungguh sangat lumrah. Apalagi ketika terjadi kecelakaan, kerugian penumpang ditanggung oleh pihak asuransi. Maskapai hanya memberi sedikit “kompensasi” tambahan. Dan amplop tersebut tak hanya ditujukan bagi pemerintah/aparat terkait. Amplop memang juga bisa dikirim kepada korban/keluarga korban (bila terjadi kecelakaan) atau media untuk membeli silence. Kalaupun ketahuan dan atau harus diproses, tinggal lemparkan saja kepada orang yang (dipaksa) menandatangani sheets/kontrak. Bisa jadi, masalah-masalah semacam ini yang kemudian menimbulkan benturan-benturan antara manajemen dengan karyawan. Itulah juga mengapa banyak pelanggaran/masalah serius terjadi namun tidak pernah muncul dalam pemberitaan.
Pelanggaran etika bisnis yang terjadi pada maskapai penerbangan Adam air mungkin juga terjadi pada maskapai penerbangan lainnya. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya kecelakaan pesawat yang terjadi seperti berikut ini :
v  26 September 1997, pesawat Garuda Airbus A-300B4 jatuh di kawasan pegunungan utara Sumatera di sekitar kota Medan. Sejumlah 222 penumpang dan 12 kru tewas dalam kecelakaan terbesar tersebut.
v  104 penumpang Singapore SilkAir Boeing 737-300 tewas pada 19 Desember 1997 di dekat kota Palembang.
v  Helikopter militer Indonesia jatuh pada 12 Oktober 2004 di kawasan utara Aceh. Sebanyak 8 orang tewas di tempat dan cuaca buruk diduga sebagai penyebab utama.
v  Lion Air MD-82 tergelincir di Bandara Adisumarmo Solo pada 30 November 2004, membawa 146 penumpang dan menewaskan 31 di antaranya.
v  23 Desember 2004 sebuah helikopter militer kembali jatuh di kawasan Jawa Tengah dan menewaskan 14 prajurit TNI AU. Cuaca buruk diduga menjadi penyebab utama.
v  Helikopter Sea King jatuh di Kepulauan Nias pada 2 April 2005 menewaskan 9 orang.
v  Pesawat Boeing 737-200 Mandala Airlines gagal take off dan jatuh di sekitar kawasan Bandara Polonia Medan yang padat penduduk. 102 penumpang dan 47 penduduk setempat tewas pada 5 September 2005 itu.
v  PT Trigana Air Service jatuh di Desa Bioga, Kabupaten Puncak Jaya, Papua beberapa waktu lalu. 12 korban jatuh dalam peristiwa tersebut.
v  2 Januari 2007, pesawat MD-90 Lion Air tergelincir di Bandara Pattimura Ambon. Tidak ada korban dalam insiden tersebut. Sepanjang 2006, tercatat lima kali insiden menimpa Lion Air, termasuk 24 Desember silam, saat Boeing 737 tergelincir di Bandara Hasanuddin, Makasar. Sebelumnya 18 Januari 2006, Lion Air mengalami kecelakaan serupa di bandara yang sama juga.

C.   SOLUSI PERMASALAHAN

Dari segala aspek permasalahan yang terjadi pada maskapai penerbangan di Indonesia, pihak pemerintah mengambil kebijakan untuk mengoreksi ulang sistem channel perhubungan darat melalui Dinas Perhubungan, mulai dari sistem navigasi, struktur rangka pesawat, safety airline standard, serta yang paling penting adalah manajerial masing-masing maskapai. Disini manajer penerbangan disarankan bahkan diwajibkan untuk mengelola sebuah maskapai penerbangan tidak hanya berasumsi pada bagaimana perusahaan ini dapat berkembang dan mencapai target penjualan jasa penerbangan yang mereka inginkan, namun juga bagaimana keselamatan pelanggan dapat terjamin atau dapat dikatakan memberi pelayanan yang memuaskan.

Perusahaan penerbangan berkewajiban menyediakan lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi semua individu baik dalam maupun luar perusahaan dan mengintegrasikan aspirasi tentang lingkungan hidup dalam praktek-praktek bisnis dan bertanggung jawab untuk melindungi lingkungan kerja dan tunduk pada hukum atau peraturan yang berlaku dimana perusahaan mengoperasikan fasilitas-fasilitasnya sesuai prosedur dengan pertimbangan kelangsungan hidup publik (karyawan maupun pelanggannya) pada tingkat kelayakan yang tinggi di masing-masing bagian dan unit kerja.






KESIMPULAN


Perusahaan berkomitmen untuk sepenuhnya menjunjung tinggi seluruh penerapan “antitrust”, pengaturan perdagangan dan hukum-hukum persingan lainnya di dunia. Setiap individu dalam perusahaan yang terlibat dalam segala bentuk kegiatan operasional diharuskan memberikan konsekuensi yang serius terhadap perusahaan termasuk dampak sosial, denda, hukum dan reputasi.
Perusahaan memberikan kinerja yang optimal dan menjaga citra yang baik untuk meningkatkan animo masyarakat dan rasa percaya terhadap sistem transportasi udara. Dalam sistem manajemen penerbangan, perusahaan didasarkan pada regulasi yang baik dan konstruktif atas dasar kejujuran dan kepatuhan pada standard safety internasional airlines. Perusahaan penerbangan seharusnya menjunjung prinsip-prinsip Good Corporate Governance dalam penyampaian informasi yang menyangkut perusahaan, situasi keuangan, kinerja dan kepemimpinan sebagai perwujudan tanggung jawab kepada publik.
Kesalahan pemasukan data atau yang dibuat-buat dalam usaha atau tindakan yang tidak diijinkan melalui penyalahan pembelian atau tagihan atau manipulasi yang fiktif sangat mutlak tidak dapat diterima karena dapat menurunkan nilai etika internal maupun eksternal sehingga tidak dapat ditoleransi oleh publik.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blog Archive

Blogroll

Ini adalah aneka tugas kuliah yang saya kerjakan dan saya dapatkan saat kuliah Manajemen tahun 2006 hingga lulus. Hampir sepuluh tahun yang lalu. Koreksilah dahulu, cocokkan dulu dengan bahasannya dan jangan asal kopi-paste, karena bisa saja edisi bukunya berbeda sehingga soal-soalnya berbeda dan akhirnya jawabannya juga berbeda. Adanya gini, jangan minta lebih. Kalau mau perfect ya kerjakan sendiri. Tugas-tugas saya ini hanya sebagai penunjang yang fungsinya supporting, bukan sebagai tulang punggungnya. Gunakan dengan bijak, semoga bermanfaat.

About