Pages

Rabu, 14 Februari 2007

TUGAS MAKALAH PPKN : “ Degradasi Mental dan Moral Aparat Penegak Hukum Indonesia”

Latar Belakang Masalah

          Perkembangan zaman dapat meningkatkan angka kriminalitas, mulai dari pencurian, perampokan, pemerkosaan, bahkan penganiayaan terhadap anak kecil. Masyarakat sendiri sepertinya sudah terbiasa dengan kejahatan yang terjadi disekitar mereka. Media cetak ataupun elektronik selalu menyajikan berita – berita tentang kriminalitas. Bahkan bisa dibilang menjadi salah satu pilihan berita yang paling disukai masyarakat dari segala segmen usia. Kriminalitas seolah menjadi hal yang biasa karena seringnya terjadi dan animo masyarakat untuk menyaksikan berita semacam ini malah meningkat.
Kasus – kasus kriminalitas ini seharusnya menjadi perhatian utama para penegak hukum di negara kita khususnya korps POLRI. Namun kenyataannya akhir – akhir ini banyak kasus kriminalitas yang terjadi justru dilakukan oleh polisi. Hal ini menambah panjang daftar kasus kriminalitas di Indonesia.
Bukan hanya terlibat dalam kasus kriminal, seringkali polisi justru menutup mata atas terjadinya sebuah kasus bahkan terkadang mereka menjadi pelindung pelaku kejahatan karena terlalu berorientasi pada materi. Tujuan mereka sebenarnya hanya ingin mendapatkan pendapatan tambahan selain gaji pokok dari pemerintah yang tidak mencukupi pengeluaran mereka. Selain itu faktor pendukung mengapa seorang polisi dapat berbuat demikian karena saat mereka memasuki AKPOL dulu, mereka harus mengeluarkan uang untuk biaya masuk yang tidak sedikit. Itulah bobroknya sistem perekrutan polisi di negara ini. Bagaimana kita bisa mengharap polisi bekerja dengan baik jika cara masuknya saja sudah tidak baik? Semua ini dapat mengubah paradigma masyarakat mengenai sosok seorang polisi yang seharusnya disegani sebagai penegak hukum serta pelindung masyarakat menjadi sosok yang ditakuti serta dibenci oleh sebagian masyarakat karena perilaku penyimpang dari seorang polisi.




Pembahasan
           
            Definisi polisi adalah salah satu lapisan masyarakat yang direkrut dan dilatih untuk menjadi satuan pengaman dan bertugas menjadi pelindung masyarakat. Akhir-akhir ini polisi tidak menjalankan fungsinya dengan baik namun justru menjadi momok menakutkan bagi masyarakat.
            Ada banyak kasus tentang polisi yang menyalahi fungsinya sebagai pelindung, pengayom masyarakat. Seperti kasus yang terjadi akhir-akhir ini yaitu penembakan salah sasaran, penyalahgunaan senjata api, polisi bunuh diri, serta kasus penyuapan polisi.
            Tidak hanya kasus – kasus besar yang meributkan media, polisi setiap hari terlibat berbagai macam kasus yang harus diselesaikan. Namun tidak jarang, polisi malah menutupi terjadinya sebuah kasus atau bahkan membuat sebuah kasus tidak bisa dilacak pelakunya karena telah dilindungi polisi.
            Posisi polisi di masyarakat kita adalah sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat. Akan tetapi kenyataan di masyarakat justru menunjukkan hal yang sebaliknya. Masyarakat telah melihat polisi sebagai momok yang menakutkan. Pandangan masyarakat ini tidak salah karena seringkali masyarakat dicurangi oleh polisi.
            Walaupun polisi telah berusaha membersihkan citra buruk yang terlanjur melekat di korps baju coklat, masyarakat sulit merubah paradigma mereka karena usaha pembersihan citra ini tidak sebanding dengan akibat yang telah ditimbulkan polisi di masa lalu.
            Makalah kami mengkhususkan pada dua kasus yang terjadi belakangan ini yaitu dugaan korupsi ditubuh POLRI serta penyanderaan sekaligus pembunuhan sesama rekan polisi.




           
  • Kasus Pertama : Tewasnya Wakapolwiltabes Semarang oleh anak buahnya

Peristiwa tersebut terjadi pada hari Rabu 14 Maret 2007. Saat itu, Hance seorang polisi yang berpangkat Briptu datang ke markas Polwiltabes Semarang menumpang taksi. Dia langsung menuju ruang P3D (Pelayanan, Pengaduan, dan Penegakan Disiplin) atau Provos. Pagi itu memang dijadwalkan penyerahan surat pindah tugas dan penyerahan senjata. Berdasar keputusan Kapolwiltabes Semarang, Hance dimutasi ke Polres Kendal.
Namun, kedatangan Hance pagi itu tidak untuk maksud tersebut. Dia bermaksud memprotes pemindahan tugasnya. Saat itu, Hance ditemui Aiptu Titik Sumaryati dari Urusan Administrasi dan Tata Usaha P3D.
Versi lain menyebutkan, Titik-lah yang pertama mendatangi Hance untuk menyerahkan surat perintah menghadap Kapolres Kendal terkait dengan mutasinya. Begitu surat diterima, Hance malah marah-marah. Bintara polisi itu lantas menodongkan pistol ke kepala Titik.
Sempat terjadi perdebatan antar keduanya. Saat akan dilerai, Hance mengamuk dan menodongkan senjata. Para anggota lalu mundur dan Hance menyandera Aiptu Titik.
Titik kemudian dipaksa ke lantai dua ke ruang kerja Wakapolwiltabes Semarang yang bersebelahan dengan ruang Kapolwiltabes Kombes Guritno Sigit Wiranto, MBA.
Menurut beberapa saksi, saat menuju lantai dua, Hance sempat menembakkan senjata api beberapa kali. Hal itu membuat Wakapolwiltabes Semarang AKBP Lilik Purwanto keluar dari ruang kerjanya.
Lilik lantas dipaksa masuk oleh Hance ke ruang kerjanya. Saat itulah Lilik sempat mencoba redam emosi Hance, tapi tidak mempan. Saat itu, pistol Hance kembali menyalak beberapa kali dan enam peluru menembus tubuh Lilik hingga tewas bersimbah darah.
Kapolwiltabes Semarang Kombes Guritno lantas memerintah anak buahnya untuk menindak tegas Hance. Tak berapa lama, aparat kepolisisan bersenjata lengkap memenuhi kepolisian itu. Hance dikepung. Beberapa kali diperingatkan untuk menyerah, Hance tidak menggubris. Bahkan, saat itu, ayah Hance yang juga purnawirawan perwira polisi dihadirkan untuk membujuk Hance. Tapi, upayanya tersebut gagal.
Saat itu Hance menyebut dua nama anggota P3D, yakni Iptu Dwi Sugeng dan Bripka Yoko. Hance minta dua orang tersebut dihadirkan. Hance menganggap, dua orang itulah yang mengusulkan dirinya dimutasi ke Polres Kendal. Karena berbagai upaya tidak bisa membujuk Hance, tindakan tegaspun dilakukan yang menyebabkan Hance pun akhirnya tewas dan Titik bisa diselamatkan.
Peristiwa tersebut menunjukkan bahwa ada hal yang harus dibenahi Polri. Perbaikan itu berupa anggaran, pengembangan Sumber Daya Manusia, serta saran dan prasarana.
Sebelum memegang senjata seorang anggota Polri harus dinyatakan lulus kesehatan, psikotes, latihan menembak, serta penilaian atasan.
Sedangkan Hance belum lulus psikotes. Hal itu menunjukkan bahwa ada kelalaian dalam memenuhi persyaratan yang berlaku. Itu menunjukkan rendahnya mentalitas yang terjadi di kalangan aparat pemerintahan.
            Apakah begitu mudahnya seorang polisi menghabisi nyawa atasan sendiri serta menyandera rekan sejawat hanya karena keputusan mutasi yang tentunya sudah dipertimbangkan masak – masak oleh para atasan Briptu Hance? Sepertinya harga sebuah nyawa murah sekali. Senjata yang seharusnya digunakan untuk melindungi masyarakat malah dipakai untuk membunuh atasan yang tak bersalah hanya karena emosi semata.
            Briptu Hance sendiri dikenal dengan sifat temperamentalnya. Dia pernah membuat keributan di diskotek Star Queen Semarang. Namanya juga disangkutkan dalam kasus penggelapan mobil. Dia sering membantah perintah atasan dan melakukan tindakan indisipliner. Hal – hal inilah yang membuatnya hendak dimutasi ke daerah “kering” semacam Kendal.
             Inikah citra polisi sebagai penegak keadilan? Kepolisian Indonesia harus mulai membenahi struktur organisasinya untuk mencegah terjadinya hal seperti ini di masa mendatang.

  • Kasus Kedua : Dugaan penyuapan di tubuh POLRI

Penyidikan kasus pembobolan Bank BNI dengan tersangka Adrian Herling Waworuntu sebesar 1.7 Trilliun menyeret beberapa petinggi POLRI yang diduga menerima dana suap. Penyidik kasus ini, Kombespol Irman Santoso, telah ditahan dengan dugaan telah menyalah gunakan wewenangnya dalam menangani kasus ini.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan aliran dana mencurigakan ke rekening pribadi milik 15 polisi. Temuan itu kemudian diserahkan ke polisi untuk diselidiki. Pada pemeriksaan awal, diketahui tujuh polisi terbukti menerima dana haram dengan nilai transaksi Rp 53 juta sampai Rp 4,5 miliar.
Mereka adalah Kompol MR yang sudah ditahan. Lalu, seorang perwira tinggi (pati) berinisial G dan tiga perwira menengah (pamen) berinisial MD, LM, dan AS. Dua tersangka lain berinisial Z dan KM.
            Saat ini, Bareskrim Mabes POLRI juga telah memeriksa tujuh polisi lainnya dengan dugaan yang sama. Dengan demikian sudah ada 14 polisi yang diperiksa atas keterlibatannya dalam kasus dugaan penyuapan ini.
            Jabatan yang berhubungan dengan golongan masyarakat yang memiliki uang banyak biasanya menjadi rebutan polisi yang ingin cepat kaya. Penyidik kejahatan ekonomi, judi gelap, dan pelacuran biasanya masuk kategori ini. Maka bukan hal aneh jika penyidikan kasus pembobolan Bank BNI yang diduga merugikan negara sekitar Rp 1,2 triliun kini ditengarai penuh dengan kegiatan suap - menyuap yang besarnya juga fantastis dan melibatkan banyak pejabat tinggi polisi.
Dugaan itu kini sedang diselidiki polisi. Tapi mungkinkah mereka mampu membongkar kasus yang melibatkan sesama polisi ini? Banyak yang beranggapan hal ini mustahil dicapai karena itu ada yang mengusulkan agar kasus penyidikannya segera diambil alih oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
KPK memang sebaiknya mengambil alih penyidikan perkara dugaan korupsi, tapi biarkan pula penyidik polisi mendapat kesempatan menyidik soal tindak pidana pencucian uangnya. Sebab, untuk membuktikan seseorang melanggar Undang-Undang Pencucian Uang tidaklah sulit. Barang siapa tak mampu menjelaskan dengan meyakinkan bahwa harta yang dimiliknya berasal dari kegiatan yang halal akan dihukum penjara minimal lima tahun.
Dengan memanfaatkan undang-undang ini, mereka yang diduga menerima suap itu cukup ditilik saja harta kekayaannya dan diminta menjelaskan asal-usul kekayaannya itu. Bila mereka mengakui dana itu berasal dari pemberian para pembobol bank, dakwaan suap dan korupsi dapat diterapkan. Jika mereka menolak memberitahukan sumber kekayaan itu, misalnya dengan menjalankan jurus diam alias code of silence, silakan didakwa melakukan kegiatan pencucian uang.
Bukan rahasia lagi bahwa gaji polisi sebenarnya tidak mencukupi kebutuhan hidup mereka. Namun entah bagaimana banyak polisi yang hanya berpangkat perwira mampu memiliki rumah dan mobil mewah yang sebenarnya tidak dapat dijangkau dengan nilai gaji asli mereka. Tidak heran bila motivasi seseorang untuk menjadi polisi bukan lagi untuk menegakkan keadilan namun malah hanya ingin memperkaya diri sendiri.
Peristiwa yang telah dibahas diatas membuktikan bahwa begitu rendahnya rasa keadilan seorang polisi ketika dihadapkan dengan materi yang ditawarkan oleh pihak yang terkait dengan pelanggaran hukum.
Inilah bukti nyata kemunduran mentalitas polisi masa kini. Seharusnya mereka bisa menyadari posisi mereka sebagai pembela hukum bukan hanya mengejar materi semata.
Apakah peran polisi sebagai penegak hukum hanya sekedar lips servive bagi masyarakat? Sudah saatnya POLRI mulai memikirkan untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Khusunya mereka yang berkecimpung di lahan yang rawan pemberian suap. Selain itu POLRI juga harus meningkatkan pengawasan kepada anggotanya melalui para atasan di wilayah masing – masing sehingga kejadian semacam ini dapat diminimalisir.





Sistem Perekrutan Polisi

            Dari dua kasus yang telah dibahas di atas, kita wajib bertanya mengenai sistem perekrutan polisi. Apakah ada yang salah sehingga seorang polisi bisa lulus dan bahkan menyandang pangkat Briptu malah berbuat semena – mena bahkan membunuh atasannya hanya karena akan dipindahtugaskan. Atau saat seorang Kombespol mau menerima suap dari kasus yang seharusnya diselidiki.
            Sudah rahasia umum bahwa perekrutan polisi penuh lubang serta trik. Tidak hanya sekedar memiliki kemampuan fisik dan otak yang memenuhi kualifikasi persyaratan untuk menjadi seorang polisi, namun terkadang yang lebih penting adalah adanya koneksi di dalam tubuh POLRI atau uang sebesar mulai dari puluhan hingga ratusan juta rupiah. Walaupun di selebaran serta media massa sudah diperingatkan untuk tidak berhubungan dengan calo, peringatan ini hanya dianggap angin lalu. Sangat sedikit polisi yang masuk dengan mengandalkan kemampuannya sendiri. Tes yang ada meliputi tes fisik, pengetahuan serta psikotes. Namun seringkali yang tidak memenuhi persyaratan malah dinyatakan lulus. Apalagi kalau bukan uang yang mendorong keluarnya keputusan itu. Serangkaian ujian hanya bagaikan formalitas belaka.
            Tidak heran bila setelah lulus, para polisi bersifat karbitan, tidak berkualifikasi dan hanya berorientasi pada materi untuk menggantikan biaya yang sudah dikeluarkan yang membuat mereka bisa menjadi anggota polisi. Selain berorientasi pada materi, tingkah laku mereka tidak mencerminkan semangat seorang polisi.
Seperti kasus suap yang dimulai dari tingkat bawah hingga atas, mulai dari tingkat Polantas hingga Kombespol sendiri. Uang suap yang diterima pun bervariasi. Mulai dari puluhan ribu hingga miliaran rupiah. Hal ini semakin mencoreng citra polisi dimata masyarakat.





Bagan Hubungan Antara Mentalitas dengan perilaku manusia.



Melindungi Masyarakat
 

Perilaku
 

Polisi
 

Mentalitas pembangunan
 
P                                                                                                        

- Merugikan Masyarakat
 
                         
                                                                                               

Kurang Kesejahteraan
 

Kurangnya perhatiaan pemerintah
 
 







Mentalitas : Keseluruhan dari isi serta kemampuan alam pikiran dan alam jiwa  manusia dalam hal menanggapi lingkungan.

            Mentalitas manusia sangat berpengaruh dalam perilaku kehidupan sehari-hari. Misalnya saat seorang anak yang dididik untuk mandiri dan kuat akan berbeda dengan anak yang dibesarkan dengan over kasih sayang / dimanja, Perilaku yang diaplikasikan saat dewasa juga akan berbeda. Kasus kecil ini sama halnya dengan seorang polisi yang masuk AKPOL dengan jiwa chauvinisme tinggi dengan hanya mencari keuntungan semata.
            Saat seorang polisi yang masuk karena jiwa chauvinisme dan pengabdian terhadap masyarakat, aplikasi kerjanya juga akan baik serta sesuai dengan semestinya, berbeda halnya dengan seorang polisi yang masuk AKPOL hanya dengan bermodalkan uang dan koneksi dari pihak dalam. Aplikasi dari perbuatannya juga akan berubah misalnya penyalahgunaan senjata api, kasus suap yang melibatkan polisi dan penyalahgunaan barang bukti hasil sitaan dari perilaku kejahatan (narkoba, alkohol, barang mewah dll). Bahkan tidak hanya itu polisi terkadang juga menjadi dalang dari beberapa kasus kriminalistas yang terjadi di sekitar kita. Misalnya : pada kasus penembakan Briptu Rifai Yulianus yang menembak istri, pacar gelap istrinya, ibu mertuanya dan diri sendiri, dari salah satu kasus ini dapat kita lihat hanya dengan emosi sesaat seorang polisi dapat melakukan perbuatan yang bertolak belakang dengan tugasnya sebagai pelindung masyarakat.
            Diatas adalah salah satu kasus besar yang terjadi serta mendapat perhatian besar media. Namun tanpa kita sadari, setiap hari terjadi kasus yang menunjukkan ketumpulan perasaan polisi. Contoh paling sederhana adalah polantas. Tugas mereka adalah menjaga keamanan pengendara di jalan. Namun bila ada pengendara yang melanggar peraturan, polantas begitu mudahnya diajak “berdamai”. Bahkan lebih sering polisi sendiri itu yang meminta uang “damai”. Nominalnya beragam sekitar Rp. 10.000 – Rp. 50.000,-. Begitu murahnya keadilan di jalan. Lagipula masyarakat tidak keberatan. Bagi mereka lebih baik membuang uang dengan berdamai di jalan daripada menghadiri sidang tilang yang membuang waktu, tenaga dan uang.  
            Jika kita lihat lebih teliti, perilaku negatif dari seorang polisi dalam melakukan tugasnya, erat kaitannya dengan kurangnya perhatian pemerintah dalam baik secara infrastruktur maupun kesejahteraan para anggota polisi. Dapat kita bayangkan bagaimana seorang polisi dapat menjaga serta mengayomi masyarakat padahal kebutuhan jasmani dan rohaninya belum tercukupi maka hasil kerjanya pun juga tidak akan maksimal dan tidak sering dari mereka yang bertolak belakang dari semestinya, ada beberapa polisi yang melakukan tindakannya hanya mengejar materi belaka.











Kesimpulan

            Belakangan ada banyak kasus kriminal dimana pelakunya adalah polisi sendiri. Sepertinya posisi polisi sebagai pelindung, pengayom serta pelayan masyarakat tidak lagi valid. Yang mereka lakukan terkadang malah merugikan masyarakat umum serta menguntungkan para pelaku tindak kejahatan.
            Kasus kriminal seperti pembunuhan atasan, penerimaan uang suap, penyanderaan sejawat polisi, pembunuhan istri dan mertua hingga bunuh diri menjadi perhatian khalayak banyak dan semakin meperburuk citra polisi di masyarakat.
            Kesalahan dalam sistem rekrutmen polisi menjadi salah satu alasan terbesar terjadinya hal semacam ini. Belum lagi polisi malah menjadi berorientasi pada materi bukannya Kantibmas untuk menutupi biaya masuk mereka ke AKPOL.
            Sering pula polisi yang tidak kompeten malah diberi kesempatan untuk memegang senjata yang justru mereka tujukan bagi orang tak bersalah. Sifat ini mungkin menempel pada polisi yang baru pulang bertugas dari daerah konflik dan terbiasa menembakkan senjata untuk menyelesaikan masalah.
            Gaji polisi seringkali tidak mampu menutupi kebutuhan hidupnya. Tidak mengherankan bila keadilan serta rasa aman mampu dibeli para penjahat dengan menyuap polisi.
              Kasus ketidakadilan yang melibatkan polisi paling banyak terjadi di jalan raya. Para Polantas seolah “gemar” menghentikan mobil yang lewat dan terkesan mencari kesalahan yang mungkin sebenarnya tidaklah terlalu fatal. Tujuan mereka hanyalah uang “damai” dengan nominal hanya puluhan ribu.
            Serendah inikah mentalitas polisi Indonesia? Tidak mengherankan jika cita – cita orang untuk menjadi polisi sudah berubah haluan. Hanya ingin mengejar materi belaka. Simbol “pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat” hanya menjadi lips service palsu yang selalu digembor – gemborkan.
            Sebenarnya pemerintah kita harus bisa menindak tegas para polisi itu. Jangan sampai pelindung masyarakat malah buta hukum dan cacat mental. Banyak yang bisa dilakukan pemerintah kita melalui badan POLRI.

Solusi Kelompok 2

Setelah menganalisa berbagai masalah yang kami bahas disini, kelompok 2 membuat beberapa solusi yang diharapkan bisa mengatasi masalah borok di korps POLRI. Solusi tersebut hendaknya bisa dilakukan POLRI untuk menghindari terjadinya lagi kasus – kasus yang telah dibahas di atas.
Solusi tersebut antara lain :
1.                  Mengubah pola hubungan atasan - bawahan dari pola militeristik menjadi pola hubungan keluarga layaknya bapak - anak.
2.                  Meningkatkan kesejahteraan anggotanya, khususnya untuk prajurit level bawah
3.                  Mengetatkan prosedur seleksi masuk AKPOL supaya mencetak lulusan yang benar – benar memenuhi kualifikasi untuk menjadi seorang polisi.
4.                  Melakukan pengawasan kepada para anggota polisi melalui atasan masing - masing. Mulai dari Kapolsek, Kapolda hingga Kapolri.
5.                  Prosedur pemakaian senjata yang diperketat. Mulai dari psikotes hingga latihan menembak sasaran dengan tepat.
6.                  Mengevaluasi semua anggota polisi minimal setahun sekali.
7.                  Polisi yang baru pulang dinas dari wilayah konflik seharusnya menjalani terapi untuk memulihkan psikologis dan dikarantina terlebih dulu
8.                  Membentuk tim independen untuk menyelidiki kasus yang dilakukan oleh polisi sendiri.








Daftar Pustaka

http://www.bpkp.go.id/viewnews.php?aksi=view&start=855&id=1064 http://www.gatra.com/artikel.php?id=102876

http://www.waspada.co.id/opini/tajuk_rencana/artikel.php?article_id=86888

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blog Archive

Blogroll

Ini adalah aneka tugas kuliah yang saya kerjakan dan saya dapatkan saat kuliah Manajemen tahun 2006 hingga lulus. Hampir sepuluh tahun yang lalu. Koreksilah dahulu, cocokkan dulu dengan bahasannya dan jangan asal kopi-paste, karena bisa saja edisi bukunya berbeda sehingga soal-soalnya berbeda dan akhirnya jawabannya juga berbeda. Adanya gini, jangan minta lebih. Kalau mau perfect ya kerjakan sendiri. Tugas-tugas saya ini hanya sebagai penunjang yang fungsinya supporting, bukan sebagai tulang punggungnya. Gunakan dengan bijak, semoga bermanfaat.

About