1.1
Latar Belakang Masalah
Penulis mengangkat pokok permasalahan
mengenai “Tingginya Angka Kriminalitas Menunjukkan Rendahnya Mentalitas Bangsa;
Pemerintahan yang Harusnya Menjadi Contoh Malah Merusak Kepribadian Bangsa” karena
berbagai alasan.
Alasan yang paling mendasar adalah
karena penulis merasa bahwa bangsa yang sudah sekian puluh tahun berdiri
sendiri tidak pernah mendapatkan pemimpin yang benar-benar dapat menjalankan
tugasnya sebagai seorang petinggi Negara sebagaimana mestinya.
Alasan berikutnya adalah kelemahan-kelemahan
lain yang kemudian timbul karena tidak adanya pemimpin bangsa yang dapat
mengangkat moral bangsa, sehingga menyebabkan rendahnya mentalitas bangsa itu
sendiri.
Hampir semua kalangan masyarakat di Indonesia
merupakan masyarakat yang ber-mentalitas rendah. Masyarakat kalangan menengah
ke bawah banyak merasakan ketidakadilan yang terjadi dalam kehidupan sehari-harinya.
Hal itu menyebabkan turunya mentalitas mereka. Mereka menginginkan adanya
kehidupan yang adil dan tentunya lebih layak sebagaimana yang dirasakan oleh
para penguasa di Negara, yaitu kalangan menengah ke atas, seperti pemilik
perusahaan-perusahaan penting di Indonesia dan tentunya para
pemegang kekuasaan di tiap elemen pemerintahan di Indonesia .
Begitu pula dengan kalangan menengah
ke atas yang biasanya malah lebih mudah dalam melakukan kegiatan-kegiatan yang
termasuk dalam hal-hal yang dapat merusak moral bangsa. Biasanya mereka melakukan
hal-hal tersebut karena mereka masih merasa kurang atas apa yang telah mereka
miliki. Mereka merasa dengan adanya kekuasaan yang ada pada mereka, mereka
dapat berbuat dan bertindak seperti apa yang mereka kehendaki. Mereka
menganggap bahwa segala sesuatu dapat mereka dapatkan dengan uang. Hal-hal
seperti itulah yang dapat membuat merosotnya nilai-nilai moral atau mentalitas
bangsa.
Mereka yang harusnya menjadi panutan
malah mengajarkan hal-hal yang dapat menurunkan mentalitas bangsa.
1.2
Pembahasan
Sesuai dengan latar belakang yang
sudah disampaikan oleh penulis, penulis akan menguraikan secara lebih
terperinci mengenai kasus-kasus yang sudah terjadi di Indonesia dan
itu menunjukkan rendahnya mentalitas bangsa Indonesia .
Pertama-tama mentalitas bangsa Indonesia yang
rendah dapat kita lihat dari kasus-kasus yang terjadi di kalangan atas atau
pemerintahan dan aparat-aparat Negara.
Sebagai contoh adalh kasus yang
terjadi di kalangan DPRD di Jawa Timur. Para
pejabat di provinsi ini, tampaknya, masih sering terlibat kasus-kasus berbau
korupsi. Paling tidak, jika itu dilihat dari hasil rekapitulasi pengaduan yang
masuk ke KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Selama dua bulan saja, KPK
menerima 1.649 pengaduan masyarakat tentang perilaku koruptif pejabat maupun anggota
DPRD di Jawa Timur.
Data ini terungkap dari paparan
langsung Ketua KPK Taufiequrachman Ruki saat menghadiri workshop bertema
“Meningkatkan Kapasitas Peran dan Fungsi DPRD” di gedung DPRD Jawa Timur.
Dalam paparannya, Ruki menjelaskan
bahwa data tersebut didapat dari hasil rekapitulasi pengaduan masyarakat kepada
KPK selama Januari sampai akhir Februari 2007. Dari jumlah tersebut, sebanyak
87 pengaduan terkait dengan dugaan korupsi di lingkungan DPRD.
DPRD sebenarnya memegang peranan
penting dalam pencegahan korupsi. Sebab, DPRD memiliki fungsi pengawasan
tehadap eksekutif. Namun, di beberapa DPRD fungsi tersebut tidak berjalan
optimal. Ironisnya, ada juga beberapa anggota dewan yang bersama-sama eksekutif
melakukan korupsi.
Beberapa wakil rakyat masih
memanfaatkan posisi untuk memperkaya diri daripada mementingkan kepentingan
masyarakat.
Dari kalangan masyarakat lapisan atas
atau yang biasanya disebut-sebut sebagai wakil rakyat saja lebih mementingkan
kepentingan pribadinya dengan melakukan tindak-tindak yang berbau criminal
seperti korupsi yang dilakukan oleh hamper semua wakil rakyat tersebut. Egoisme
diri mereka yang tinggi akan menyebabkan rusaknya mentalitas bangsa ini.
Contoh yang lainnya adalah kasus yang
terjadi di aparat keamanan Negara . Kasus yang menewaskan Wakapolwiltabes
Semarang tersebut merupakan satu dari sekia contoh dari aparat Negara yang
bermentalitas rendah.
Peristiwa tersebut terjadi pada hari
Rabu 14 Maret 2007. Saat itu, Hance seorang polisi yang berpangkat briptu
datang ke markas Polwiltabes Semarang menumpang taksi. Dia langsung menuju
ruang P3D (pelayanan, pengaduan, dan penegakan disiplin) atau provos . Pagi itu memang dijadwalkan
penyerahan surat
pindah tugas dan penyerahan senjata. Berdasar keputusan kapolwiltabes Semarang , hance dimutasi
ke Polres Kendal.
Namun, kedatangan Hance pagi itu
tidak untuk maksud tersebut. Dia memprotes pemindahan tugasnya. Saat itu, Hance
ditemui Aiptu Titik Sumaryatidari urusan administrasi dan Tata usaha P3D.
Versi lain menyebutkan, Titik-lah
yang pertama mendatangi Hance untuk menyerahkan surat perintah menghadap Kapolres Kendal
terkait dengan mutasinya. Begitu surat
diterima, Hance malah marah-marah. Bintara polisiitu lantas menodongkan pistol
ke kepala Titik.
Sempat terjadi perdebatan antar
keduanya. Saat akan dilerai, Hance mengamuk dan menodongkan senjata.Para
anggota lalu mundur dan Hance menyandera Aiptu Titik.
Titik kemudian dipaksa ke lantai dua
ke ruang kerja Wakapolwiltabes Semarang
yang bersebelahan dengan ruang Kapolwiltabes Kombes Guritno Sigit Wiranto MBA.
Menurut beberapa saksi, saat menuju
lantai dua, Hance sempat menembakkan senjata api beberapa kali. Hal itu membuat
wakapolwiltabes Semarang AKBP Lilik Purwanto keluar dari ruang kerjanya.
Lilik lantas dipaksa masuk oleh Hance
ke ruang kerjanya. Saat itulah Lilik sempat mencoba redam emosi Hance, tapi
tidak mempan. Saat itu, pistol Hance kembali menyalak beberapa kali dan enam
peluru menembus tubuh Lilik hingga tewas bersimbah darah.
Kapolwiltabes Semarang Kombes Guritno
lantas memerintah anak buahnya untuk menindak tegas Hance. Tak berapa lama,
aparat kepolisisan bersenjata lengkap memenuhi kepolisian itu. Hance dikepung.
Beberapa kali diperingatkan untuk menyerah, Hnace tidak menggubris. Bahkan,
saat itu, ayah Hance yang juga purnawirawan perwira polisi dihadirkan untuk
membujuk hance. Tapi, upayanya tersebut gagal.
Saat itu Hance menyebut dua nama
anggota P3D, yakni Iptu Dwi Sugeng dan Bripka Yoko. Hance minta dua orang
tersebut dihadirkan. Hance menganggap, dua orang itulah yang mengusulkan irinya
dimutasi ke Polres Kendal.
Karena berbagai upaya tidak bisa
membujuk Hance, tindakan tegaspun dilakukan yang menyebabakan Hance-pun
akhirnya tewas dan Titik bisa diselamatkan.
Peristiwa tersebut menunjukkan bahwa
ada hal yang harus dibenahi Polri. Perbaikan itu berupa anggaran, pengembangan Sumber
Daya Manusia, serta saran dan prasarana.
Sebelum memegang senjata seorang
anggota Polri harusdinyatakan lulus kesehatan, psikotes, latihan menembak,
serta penilainan atasan.
Sedangkan Hance belum lulus psikotes.
Hal itu menunjukkan bahwa ada kelalaian dalam memenuhi persyaratan yang
berlaku. Itu menunjukkan rendahnya
mentalitas yang terjadi di kalangan aparat pemerintahan.
Kasus-kasus yang ada di kalangan
pemegang kekuasaan di Negara tersebut memberikan contoh-contoh yang buruk
kepada kalangan masyarakat menengah ke bawah. Pemegang kekuasaan dalam
pemerintahan seharusnya memberikan contoh yang baik yang bisa ditiru oleh
setiap elemen yang ada dalam masyarakat.
Kasus-kasus yang ada dalam
pemerintahan tersebut tentunya banyak berpengaruh terhadap kehidupan di
lingkungan menengah ke bawah. Sebagai akibatnya, zaman sekarang angka
kriminalitas yang terjadi di Indonesia
tergolong sangat tinggi.
Hal tersebut dapat dilihat secara
langsung dalam kehidupan sehari-hari. Banyak kasus-kasus pemerkosaan ataupun pelecehan
seksual yang terjadi terhadap anak di bawah umur, banyak kasus pembunuhan yang
didasari kecemburuan dan berbagai hal lain, serta kasus-kasus perampokan yang
disertai tindak kekerasan sampai tindak pembunuhan, dan bebrbagai macam
kasus-kasus lainnya.
Hal itu semua semakin menunjukkan
bahwa mentalitas yang ada pada bangsa Indonesia sangatlah rendah.
Sebagai contoh kasus kriminalitas
yang sekarang marak terjadi adalah kasus pembunuhan beserta dengan bunuh diri.
Seperti halnya yang tejadi di Malang ,
Jawa Timur.
Seorang Ibu beserta putra-putrinya
ditemukan tewas di kamar rumahnya.Dari barang bukti TKP, diduga kuat, sang ibu
terlebih dahulu meracuni keempat anaknya hingga tewas, kemudian bunuh diri.
Kelima korban tewas adalah Junania
Mercy, dan empat putra-putrinya, Athena L., Prinsessa Ladova, Hendrison, Dan
Gabrelia al Cein. Berdasar kondisi mayat, diperkirakan peristiwa tersebut
terjadi Sabtu malam dan baru diketahui warga esok harinya sekitar pukul 12.00.
Dari sekitar tempat kejadian perkara,
polisi menemukan racun potas dan secarik kertas wasiat di dekat tubuh korban. Kematian
empat anak tersebut sudah direncanakan sang ibu. Gabrelia ditempatkan diantara
Athena dan Prinsessa. Hendrison diletakkan terlentang di atas kepala Athena dan
Prinsessa. Empat anak itu terlentang dengan tangan disedekapkan. Sementara
Mercy sendiri terbujur kaku di sebelah tempat tidur dalam posisi tengkurap.
Kasus seperti inilah yang menunjukkan
bahwa mentalitas yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia tergolong rendah.
Buktinya mereka tidak menghargai sama sekali arti kehidupan yang diberikan oleh
sang pencipta.
Kasus lain yang terjadi di kalangan
menengah ke bawah adalah kasus yang terjadi di Jember, Jawa Timur.
Dibakar rasa cemburu, Asnawi, seorang
warga lingkungan Pelindu, Kelurahan Karangrejo, Sumbersari, membacok tiga
laki-laki bersaudara. Akibatnya, para korban mengalami luka serius dan harus
dirawat intensif di UGD RSUD dr Soebandi.
Ketiga korban tersebut adalah
Hartono, Ridwan, dan Suryadi. Kejadian itu dipicu oleh rasa cemburu Asnawi
kepada Suryadi. Pembacokan itu terjadi saat Asnawi dan keluarga Suryadi berada
di rumah Suryani. Pertemuan tersebut merupakan inisiatif Asnawi yang ingin
mengklarifikasi kecurugaannya. Asnawi menuding bahwa istrinya selingkuh dengan
Suryadi.
Awalnya Asnawi membeberkan dugaan
perselingkuhan antara istrinya dan Suryadi. Tak berapa lama kemudian Asnawi
keluar dan kembali lagi ke dalam rumah dengan membawa celurit. Setelah itu
korban mulai berjatuhan terkena sabetan celurit.
Yang menjadi pertanyaan sekarang
dimana warna kebudayaan bangsa Indonesia
yang dulunya dikenal sebagai Negara yang selalu menyelesaikan segala sesuatunya
dengan musyawarah? Apakah kebudayaan tersebut telah luntur karena rendahnya
mentalitas bangsa?
Sebenarnya dari beberapa contoh
diatas saja sudah menunjukkan mentalitas bangsa yang berkualitas sangat rendah.
Belu lagi banyaknya kasus-kasus lain yang dalam beberapa waktu saja sudah
berkembang da semakin menurunkan mentalitas bangsa.
1.3 Kesimpulan
Darimanakah sebenarnya bangsa Indonesia
menumbuhkan mentalitas yang salah itu? Bagaimana seharusnya masyarakat harus
bertindak? Apakah kekuasaan pemerintah Indonesia yang juga bermentalitas
rendah tersebut berpengaruh terhadap kehidupan masyarakatnya? Bagaimana caranya
agar bangsa ini dapat bangkit dari masalah tersebut? Apakah sudah ada
langkah-langkah konkret yang dilakukan setiap elemen masyarakat untuk mengatasi
mentalitas bangsa yang rendah?
Jawaban yang sebenarnya adalah pada
sikap kepribadian personal dalam tiap masyarakat yang ada di Indonesia. Jika
tiap-tiap personal masyarakat Indonesia
menyadari akan pentingnya pembangunan yang dilandasi oleh pembangunan
mentalitas agar menciptakan mentalitas tiap individu menjadi tinggi maka
secarra otomatis setiap program apapun yang direncanakan akan berjalan dengan
baik.
Tentunya pembangunan mentalitas
bangsa ini harus di mulai dari pembangunan mentalitas tiap individu dari semua
elemen masyarakat.
Para pemegang kekuasaan pemerintahan
di Indonesia harus dapat memberikan contoh sikap yang menunjukkan bahwa
mentalitas mereka sudah baik, dan dapat ditiru oleh kalangan menengah ke bawah,
sehingga dalam tiap pembangunan yang terjadi di bangsa yang sudah berdiri
puluhan tahun ini dapat berjalan dengan lancar dan menumbuhkan bangsa yang
bermentalitas tinggi.
Daftar Pustaka
Jawa Pos Edisi 12 Maret. 2007. Halaman 1.
_________________________. Halaman 13.
Jawa Pos Edisi 13 Maret. 2007. Halaman 29.
Jawa Pos Edisi 16 Maret. 2007. Halaman 1.
0 komentar:
Posting Komentar