A. Siapakah
Tuhan Itu?
Tuhan dalam bahasa Arab disebut Ilah yang berarti ma’bud
(Yang disembah). Pengertian Tuhan berdasarkan Islam (tauhid), ialah Dzat Yang
Maha Esa, tidak ada lagi Tuhan kecuali Dia. Dia Yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah 2:163.
Artinya: “Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Esa; tidak ada Tuhan
melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (Q. S 2:163)
Hal ini berarti Dia lah Dzat Yang Maha Kuasa, yang
menetapkan segala ketentuan untuk seluruh makhluk dan hanya kepada-Nya manusia
muslim menyembah dan memohon pertolongan. Allah yang menentukan syari’ah bagi
umat manusia dengan wahyu yang disampaikan kepada nabi Muhammad SAW sebagai
agama. Wahyu ini membedakan antara agama Allah (revealed religion) dengan agama
budaya yang dirumuskan oleh manusia (natural/cultural religion). Pernyataan
tersebut dijelaskan oleh Allah SWT sendiri dengan firman-Nya dalam Al-Qur’an surat Al-An’am 6:102
Artinya: “(Yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah
Tuhan kamu, tidak ada Tuhan selain Dia; pencipta segala sesuatu, maka sembahlah
Dia; dan Dia adalah Pemelihara segala sesuatu.” (Al-An’am 6:102)
Allah sebagai
pencipta semesta alam, Pencipta langit dan bumi, menumbuhkan beragam butir
tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan, mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan
mengeluarkan yang mati dari yang hidup, sebagaimana firman Allah dalam
Al-Qur’an Surat Al-An’am 6:95
Artinya: “Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan
biji buah-buahan. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan
yang mati dari yang hidup. (yang memiliki sifat-sifat) demikian ialah Allah,
maka mengapa kamu masih berpaling?” (Al-An’am 6:95)
Allah adalah Maha
Perkasa dan Maha Mengetahui. Dialah yang menyisingkan pagi dan menjadikan malam
untuk beristirahat, menjadikan matahari dan bulan untuk perhitungan, menjadikan
bintang-bintang sebagai petunjuk dalam kegelapan baik di daratan maupun di
lautan. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-An’am 6:96
Artinya: “Dia menyisingkan pagi dan menjadikan
malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk
perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Maha Perkasa
lagu Maha Mengetahui.” (Al-An’am 6:96)
Sesungguhnya Allah
adalah pemelihara segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi, tidak satu pun
yang terlepas dari pengawasan-Nya. Sungguh luas kekuasaan Allah dan ilmu-Nya.
Allah adalah Dzat
Yang Maha Esa. Bukan saja Esa dalam jumlahnya,melainkan Esa dalam wujud-Nya,
sifat-Nya dan perbuatan-Nya. Tidak ada sekutu bagi Allah dan tidak ada yang
serupa dengan-Nya. Hal ini ditegaskan oleh firman-Nya dalam surat Al-Ikhlas 112:1-4. dan ditegaskan pula
bahwa barang siapa yang beranggapan bahwa Allah mempunyai sekutu atau anak, dia
adalah berdusta. Allah tidak beranak dan tidak diperanakkan.
B.
Sejarah Pemikiran Manusia Tentang Tuhan
Anthony F. C. Wallace mendefinisikan agama sebagai
seperangkat upacara yang diberi rasionalisasi mitos, dan yang menggerakkan
kekuatan-kekuatan supernatural dengan maksud untuk mencapai atau untuk
menghindarkan suatu perubahan keadaan atau alam. Definisi ini mengandung suatu
pengakuan bahwa, kalau tidak dapat mengatasi masalah serius yang menimbulkan
kegelisahan mereka, manusia berusaha menyelesaikannya dengan memanipulasikan
makhluk dan kekuatan supernatural.
Untuk mudahnya, makhluk-makhluk tersebut dapat kita
klasifikasikan menjadi 3 kategori :
·
DEWA dan DEWI
Dewa dan Dewi adalah makhluk-makhluk penting yang agak jauh dari
manusia. Biasanya mereka dianggap mengendalikan alam semesta. Masing-masing
mereka itu berkuasa atas bagian-bagian tertentu dari alam semesta. Demikianlah
Dewa dan Dewi Yunani pada zaman dahulu, contoh:
-Dewa Zeus :
Dewa langit
-Dewa Poseidon :
berkuasa atas lautan
-Dewa Hades :
pemegang kekuasaan di dunia bawah (neraka) dan memerintah orang-orang yang
sudah meninggal.
Di samping 3 Dewa tersebut ada banyak Dewa lain, yang masing-masing
juga berhubungan khusus dengan aspek-aspek tertentu dari kehidupan dan alam
semesta.
·
Arwah Leluhur
Kepercayaan kepada Allah leluhur sejalan dengan
pengertian yang tersebar luas bahwa
makhluk manusia terdiri atas 2 bagian, yaitu: tubuh dan dan suatu jenis roh
penghidupan.
Di mana ada kepercayaan tentang arwah leluhur, maka
makhluk-makhluk tersebut sering dianggap masih tetap secara aktif menaruh
perhatian kepada masyarakat dan bahkan menjadi anggotanya. Seperti orang-orang
yang masih hidup, arwah leluhur iru dapat bersikap baik atau bermusuhan kepada
kita, tetapi orang-orang tidak pernah tau pasti tentang apa yang diperbuat oleh
mereka. Oleh sebab itu, orang-orang sering mengadakan ritual-ritual dengan
berbagai macam sesajian untuk pemujaan arwah-arwah leluhur dengan tujuan
mencegah kemurkaan mereka.
· Makhluk
Spiritual – bukan manusia
Pada zaman dahulu, orang-orang percaya bahwa dunia ini
tidak hanya dihuni oleh manusia, tetapi juga makhluk-makhluk spiritual yang
memiliki kekuatan supranatural.
Adanya keyakinan tersebut mengakibatkan munculnya
beberapa paham, seperti:
-Animisme
kepercayaan yang menganggap
bahwa alam semesta dijiwai oleh segala macam roh. Binatang dan tumbuh-tumbuhan
semua dapat memiliki jiwa sendiri-sendiri. Sama halnya dengan sumberair,
gunung, batu, dan lain-lain. Roh-roh yang bersangkutan itu sangat
bermacam-macam. Ada
yang mempesona, menakutkan, menarik hati, bahkan jahat. Karena mereka dapat
senang atau jengkel terhadap perbuatan manusia, orang terpaksa harus menaruh
perhatian kepada mereka.
-Animatisme
kepercayaa adanya kekuatan yang melebihi keadaan natural, biasanya
terdapat pada seseorang atau barang. Barang tersebut biasanya dianggap sebagai
jimat yang dapat menjauhkan pemiliknya dari berbagai macam malapetaka.
Seiring dengan berjalannya waktu, penganut kepercayaan
tersebut mulai berkurang. Hal ini dikarenakan para penyiar agama sudah mulai
menyebar ke seluruh dunia. Orang-orang yang pada awalnya hanya meyakini adanya
kekuatan supernatural di balik alam semesta ini, mulai percaya adanya Tuhan
Yang Maha Esa. Paham ini biasa disebut monotheisme. Yaitu, hanya ada 1 Tuhan
yang menguasai seluruh jagad raya dan seisinya.
C. Pembuktian
Wujud Allah
Walaupun manusia telah menghayati wujud Allah melalui ciptaan-Nya,
pengalaman batin atau fitrah yang dialaminya sendiri, mereka masih saja
menginginkan pembuktian secara langsung dengan bertatap muka. Bahkan nabi Musa
sekalipun. Walaupun beliau adalah utusan Allah, beliau pernah memohon kepada
Allah agar menampakkan diri kepadanya. Kisah ini diriwayatkan dalam Al Qur’an
Surat Al-A’raf:143
Oleh karena segala usaha manusia dalam pembuktian wujud Allah itu
tetap nisbi dan terbatas, maka pembuktian hanya perlu dicari dari satu-satunya
sumber yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
Dalam rangka mengembangkan keimanan kepada Allah, cara falsafi yang
sesuai dengan syari’at Islam adalah dengan menggunakan dalil nidham (kerapian
susunan alam) yang disebut juga dalil “Innayah Wal-Ikhtira”. Adapun dalil
inayah adalah teori yang mengarahkan manusia agar mampu menghayati wujud Allah
melalui penghayatan dan pemahaman manfaat alam untuk manusia.
Hasil penelitian ilmiah yang mendalam menyatakan bahwa alam ini
sesuai sekali dengan keperluan hidupmanusia dan makhluk-makhluk lainnya.
Penyesuaian manfaat ini tidak mungkin terjadi secara kebetulan.
Bukti penyesuaian kebutuhan alam dengan keperluankehidupan manusia
umpamanya dapat dilihat dari diciptakannya air, udara, tanah, dan api yang
semuanya kehidupan manusia, tanpa direncanakan dan diminta oleh manusia. Hal
ini membuktikan adanya kesengajaan yang direncanakan secara sistemik (ikhtira’).
Kejadian alam semesta yang sistemik ini dibahas oleh Ibnu Rusyd
dalam “Dalil Ikhtira”, yaitu dalil yang mengarahkan manusia agar mampu
menghayati wujud Allah melalui penghayatan dan pemahaman keserasian atau
keharmonisan aneka ragam alam seperti yang ditunjukkan oleh Al-Qur’an Surat
Al-Ghassiyah : 17-22.
0 komentar:
Posting Komentar