A.Kelahiran
Muhammad Rasulullah SAW.
Muhammad
Rasulullah SAW lahir dari pasangan Siti Aminah dan Abdullah, pada hari Senin
tanggal 12 Rabiul Awal Tahun Gajah, bertepatan dengan tahun 571 M di kota
Mekkah Almukarromah. Ayah beliau Abdullah bin Abdul Muntholib adalah seorang
pemuda yang tegap dan tampan putra Abdul Mutholib, pemimpin yang paling
dihormati dari suku Quraisy, suku penjaga Ka’bah yang paling disegani di kalangan
Arab. Bundanya Aminah binti Wahb adalah gadis nomor satu di kalangan
keluarganya, juga termasuk keturunan keluarga Quraisy yang mempunyai martabat
mulia. Tidak diragukan lagi bahwa Muhammad SAW lahir ditengah keluarga
bermatabat tinggi berasal dari keturunan mulia dan sangat dihormati masyarakat.
Keluarga yang mulia itu ialah keluarga Bani Hasyim bin Abdul Manaf bin Qushaiy yang
memiliki keturunan langsung dari Ibrahim AS, yang memiliki kehormatan dan
kekuasaan besar sebagai pemimpin kaumnya.
Sayangnya,
Muhammad sudah yatim sejak dia dilahirkan di dunia. Ayahnya, Abdullah, ketika
melakukan sebuah perjalanan ke Gaza, dan mengunjungi saudara-saudara ibunya di
Madinah untuk sekedar beristirahat sesudah merasa letih selama dalam perjalanan
tiba-tiba menderita sakit dan akhirnya meninggal dan dikuburkan disana pula.
Aminah
sudah hamil, kemudian seperti wanita lain, ia pun melahirkan. Pada malam
kelahiran Muhammad, tampak berbagai tanda- tanda luar biasa. Bumi goncang
dilanda gempa hingga berhala yang berada disekitar Ka’bah jatuh bergelimpangan,
beberapa buah gereja dan biara runtuh serta balairung istana Kisrah di Persi
retak dan roboh, disusul dengan padamnya api sesembahan kaum Majusi di negri
itu. Dengan padamnya api tersebut mereka cemas dan sedih, semua menduga bahwa
semua itu tanda yang mereka saksikan pasti menunjukkan terjadinya peristiwa
besar di dunia. Peristiwa itu bukan lain adalah kelahiran Muhammad bin Abdullah,
Sang Nabi Akhir Zaman di Mekkah.
Nama Muhammad diberikan oleh Abdul Mutholib karena mendapat
ilham dari Allah SWT, sebagaimana yang terdapat pada taurat dan injil. Muhammad
atau Mahmud artinya yang terpuji. Nama itu sederhana tetapi mulia artinya.
Tidak umum di kalangan orang arab, tetapi cukup dikenal. Pada saat itu ada tiga
orang yang bernama Muhammad di Arab antara lain: Muhammad bin Sufyan At-
Taumly, Muhammad bin bilal Al Ausy, dan Muhammad bin Hamran Al Jahfi.
Setelah
7 hari kelahirannya, Abdul Mutthalib mengadakan penyembelihan unta dan
mengundang makan masyarakat Quraisy. Setelah para tamu mengetahui bayi itu
diberi nama Muhammad, mereka bertanya-tanya, mengapa tidak mengambil nama nenek
moyang, Lalu Abdul Mutthalib menjawab, “Kuinginkan dia menjadi orang yang
terpuji bagi Tuhan di langit dan makhlukNya di Bumi”.
B.
Muhammad SAW Dalam Asuhan Ibu Susuan.
Aminah masih menunggu beberapa hari untuk menyerahkan putranya
kepada salah seorang Bani Sa’ad yang terkenal dalam meyusui bayi. Hal ini merupakan
kebiasaan bangsawan-bangsawan Arab di Mekkah. Muhammad pun tidak terkecuali
dari adat istiadat penyerahan pada ibu susuan. Pada hari kedelapan sesudah
dilahirkan anak itupun dikirimkan ke pedalaman dan diserahkan kepada perempuan-
perempuan dusun untuk disusukan disana. Karena ingin mendapatkan anak yang
hidup ditengah- tengah udara yang bersih dalam dusun yang indah, dengan harapan
membawanya kepada kecerdasan otak dan keluhuran budi pekerti dan baru kembali
pulang ke kota sesudah berumur 6 sampai 10 tahun.
Selama masa penantian itu, Aminah menyerahkan anaknya pada Thuwaiba,
seorang budak perempuan Abu Lahab yang kemudian juga menyusukan Hamzah. Jadi
Muhammad dan Hamzah adalah saudara sepersusuan. Ahli sejarah mengatakan Abu
Lahab pernah memerdekakan budaknya yang telah memberinya kabar kelahiran
keponakannya, Muhammad bin Abdullah, sehingga Abu Lahab yang sampai akhir hayat
tidak masuk Islam mendapat sedikit keringanan di neraka.
Akhirnya datang juga wanita-wanita Bani Sa’ad yang akan menyusukan ke
Mekkah. Mereka mencari bayi yang akan mereka susui di semacam tempat khusus
dimana bayi-bayi akan diserahkan dan disusukan. Karena Muhammad adalah bayi
yang yatim, banyak yang menghindari Muhammad, karena mereka masih mengharapkan
jasa dari sang ayah. Tetapi, Halimah binti Dhuaib yang datang terlambat karena
ada masalah dengan untanya akhirnya menerima Muhammad karena tidak mendapat
bayi lain sebagai gantinya. “Tidak senang aku pulang brsama teman-temanku tanpa
membawa seorang bayi. Biarlah aku pergi dengan anak yatim ini dan akan kubawa
juga“ kata Halimah.
Kehidupan di desa masih suci dan bersih,
sekitar empat tahun lamanya Muhammad tinggal dengan ibu susuannya, Halimatus
Sa’diah di suatu dusun Bani Sa’ad. Selama mengasuh Nabi, Halimah mendapat
rejeki yang melimpah ruah atas berkah memelihara beliau. Misalnya rumah Halimah
seperti berkilauan karena ada cahaya yang terang benderang, kambing dan sapinya
semakin gemuk dan menghasilkan susu yang melimpah, daerah Sa’ad menjadi lebih
subur.
Ada kisah mengatakan, ketika Muhammad kecil sedang bermain-main
dengan teman-temannya, tiba tiba mereka didatangi oleh dua orang berbaju putih,
sehingga teman-temannya lari terbiri-birit dan mengadu pada ibu Halimah. “Saudaraku
yang dari Quraisy itu diambil oleh dua orang laki-laki berbaju putih. Dia
dibaringkan, perutnya dibedah sambil dibalik-balikkan..” Alangkah terkejutnya
Halimah. Dia segera membawa bantuan dan menuju tempat Muhammad. Ketika Halimah
datang dengan membawa bantuan, mereka menemukan Muhammad yang berdiri terpaku
di bawah pohon. Ketika didekati, terlihat wajahnya sangat pucat dan dari
tubuhnya keluar keringat dingin. Ketika ditanya, Muhammad kecilpun mengatakan “Aku
didatangi dua orang yang berpakaian putih. Aku dibaringkan, lalu perutku
dibedah. Mereka mencari sesuatu di dalamnya. Aku tak tahu apa yang mereka
cari”. Akhirnya Halimah pun semakin perhatian dan menjaga Muhammad lebih
waspada. Tetapi kenyataannya, peristiwa itu tidak pernah terulang.
Dari kabilah ini, Muhammad belajar mempergunakan bahasa Arab murni,
sehingga ia pun pernah mengatakan kepada teman-temannya, “Aku yang paling fasih
diantara kamu sekalian. Aku dari Quraisy tapi diasuh di tengah Keluarga Sa’d
bin Bakr”
C. Masa Kanak- Kanak
Nabi Muhammad SAW Yang Yatim Piatu
Siti Aminah amat setia kepada suaminya, dan walaupun sudah meninggal setiap
tahunnya ia pergi ke Madinah dengan Muhammad untuk menziarahi kuburan suaminya
dan berkunjung ke rumah saudaranya Bani ‘Ady di Madinah. Dibawanya pula Ummu
Aiman, budak perempuan yang ditinggalkan ayahnya dulu. Diperlihatkannya kepada
anak itu rumah tempat ayahnya meninggal dan dikuburkan.
Waktu pulang ke Mekah di tengah jalan tiada
berapa jauh dari Madinah ditempat yang bernama Abwa’, wafatlah Aminah dan
dikuburkan di tempat itu pula.
Anak
itu oleh Ummu Aiman dibawa pulang ke Mekkah. Sepanjang perjalanan dia menangis
dengan hati pilu, sebatang kara. Tubuh yang kecil itu kini dibiarkan memikul
beban hidup yang berat sebagai yatim piatu. Pada waktu itu Muhammad baru
berumur enam tahun, kemudian anak yatim piatu itu dipelihara oleh kakek beliau
yang bernama Abdul Mutholib. Kenangan pahit itu mungkin agak meringankan
sedikit, namun dua tahun kemudian kakeknya pun meninggal dunia. Umur Muhammad
waktu itu baru delapan tahun. Begitu sedihnya, ia menangis sambil mengantarken janazah sampai peraduan
terakhir. Maka atas wasiat Abdul Mutholib, ia dipelihara pamannya Abu Tholib.
Abu Thalib menyayangi keponakannya sama seperti
Abdul Muthalib menyayanginya. Karena kecintaannya, ia lebih mendahulukan
kemenakannya daripada anak-anaknya sendiri. Budi pekerti yang luhur, cerdas,
jujur, berbakti dan baik hati, itulah yang menarik hati pamannya.
Paman
Muhammad itu seorang yang miskin dan banyak anaknya. Muhammad kecilpun tidak
pernah sekolah dan harus bekerja menggembala kambing. Dalam kisah, Muhammad
sangat bangga pernah menjadi seorang penggembala kambing.
Karena
itu senantiasa ia berulang- ulang pergi berniaga ke berbagai tempat. Pada suatu
hari nabi juga ingin turut serta pergi ke negeri Syam, tetapi karena masih
kecil pamannya tidak berani membawanya, mengingat sulitnya perjalanan
menyebrangi padang pasir. Waktu itu Muhammad berusia dua belas tahun. Akan
tetapi Muhammad dengan ikhlas menyatakan akan menemani pamannya itu dan
akhirnya menghilangkan perasaan ragu-ragu di hati pamannya itu.
Pergilah
anak itu ke negeri Syam dengan pamannya Abu Tholib untuk berniaga. Tanda-tanda
kenabian Muhammad pun tampak. Setiap jalan yang dilalui olehnya menjadi lebih
segar, dan setiap langkah yang dijejakkan olehnya tumbuh rumput kecil. Selain
itu, ketika perjalanan, Muhammad pun selalu dinaungi oleh awan yang menjaganya
dari panasnya terik matahari. Setelah tiba di salah satu dusun kecil, Abu
Tholib bertemu dengan pendeta Nasrani yang bernama Buhaira, dan pendeta itu
berkata kepada Abu Tholib: “Anak ini nanti akan mempunyai pengaruh yang besar,
karena itu bawalah pulang segera dan jagalah ia dari gangguan orang- orang
Yahudi”.
Seperti firman Allah
dalam Al-Qur’an surat
Al Baqarah ayat 89, yang berbunyi:
Artinya : Kemudian datanglah kepada mereka kitab
Al-Qur’an dari Allah, membenarkan apa yang ada pada mereka (yakni taurat).
Sebelum itu mereka selalu menyebarkan berita mengenai itu dengan maksud hendak
mengalahkan orong- orang kafir. Akan tetapi setelah apa yang mereka ketahui itu
datang, mereka lalu mengingkarinya. Maka tatkala Allah pastilah menimpah orang-
orang yang ingkar.
D. Sebelum Diangkat Menjadi Rasul
Nabi Muhammad SAW sejak kecil terkenal bersifat lurus dan benar
dalam segala perkerjaan. Beliau tak pernah minum arak, tak pernah berjudi dan
tidak pernah menyembah berhala.
Ia juga telah mengenal arti memanggul senjata, ketika ia mendampingi
paman-pamannya dalam Perang Fijar. Kala itu ia berumur kurang dari 20 tahun.
“Aku mengikutinya bersama paman-pamanku, juga ikut melemparkan panah dalam
perang itu, sebab aku tidak suka kalau tidak juga ikut melaksanakan”.
Ia telah tumbuh menjadi pemuda yang gagah, tampan dan tegap. Ada
perumpamaan mengatakan, “Bila bulan dibagi untuk ketampanan, maka Muhammad
mendapat separuhnya, seperempat untuk Yusuf, dan seperempatnya lagi untuk
seluruh laki-laki di muka bumi.”
Selagi kanak-kanak yang meningkat dewasa,
Muhammad belajar bekerja mencari penghidupan dengan jalan menggembala kambing.
Ia menggembala kambing keluarganya dan kambing penduduk Mekkah. Dengan rasa
gembira ia menyebutkan saat-saat yang dialaminya pada waktu menggembala. “Musa
diutus, dia gembala kambing. Daud diutus, dia gembala kambing. Aku diutus, juga
gembala kambing keluargaku di Ajyad.” Hal itu adalah suatu gambaran betapa
pentingnya peternakan itu bagi kehidupan ekonomi untuk umat dan bangsa,
sehingga para Nabi dahulu pun memelihara domba dan ternak dimasa hidupnya
lagipula sebagai latihan baginya untuk belajar memimpin umat kelak kemudian
hari.
Saat menggembala kambing adalah saat dimana ia dapat menemukan tempat yang
cocok untuk perenungan dan pemikirannya. Ia menerawang dalam suasana alam yang
sedemikian itu. Itulah sebabnya sejak masa kanak-kanak sampai dewasa gejala
kesempurnaan, kedewasaan, dan kejujuran hati sudah tampak, sehingga penduduk
Mekkah menjulukinya ‘Al-Amin’ .
E. Ke Negeri Syam Yang Kedua Kalinya
Suatu
ketika, Abu Thalib mendengar Khadijah binti Khuwalid mengupah orang Quraisy
untuk menjalankan dagangannya. Khadijah adalah seorang wanita dari Banu Asad,
yang bertambah kaya setelah dua kali kawin dengan keluarga Makhzum. Ia
menjalankan bisnisnya dengan bantuan ayahnya dan orang-orang kepercayaannya.
Tatkala
itu Muhammad berusia 25 tahun, dan pamannya itu memanggilnya. “Anakku, aku
bukan orang yang berpunya. Keadaan makin menekan kita juga. Aku mendengar,
bahwa Khadijah binti Khuwalid mengupah orang dengan dua ekor anak unta. Tapi
aku tidak setuju kalau akan mendapat upah semacam itu. Setujukah kau kalau hal
ini aku bicarakan dengan dia?” Kata Abu Thalib.
“Terserah
Paman,“ jawab Muhammad. Setelah terjadi tawar menawar singkat dengan Khadijah,
akhirnya disetujuilah upahnya bertambah menjadi empat ekor.
Kemudian
pergilah ia ke negeri Syam ditemani oleh seorang budak Khadijah bernama Maisara.
Untuk yang pertama kalinya beliau berniaga sendiri.
Cara
berdagang yang lebih banyak menguntungkan daripada yng dilakukan oleh orang
lain sebelumnya. Demikian pula dengan karakter yang manis dan perasaannya yang
lembut, ia dapat menarik kecintaan dan penghormatan Maisara padanya.
Perbuatan
beliau ini memberi contoh kepada umat betapa pentingnya berdagang bagi
kehidupan ekonomi buat suatu bangsa. Dalam melakukan perdagangan beliau
memberikan contoh betapa seharusnya budi pekerti, budi bahasa para pedagang dan
pengusaha yang menyusun perekonomian dengan praktek ekonomi seperti jujur
kepada pemberi modal, ramah kepada pembeli, serta kasih kepada para bawahannya,
seperti yang dibuktikan dengan prakteknya Nabi Muhammad dalam perjalanan dan
perdagangan beliau ke negeri Syam tersebut.
F. Pernikahan dengan Khadijah
Setelah selesai menjalankan dagangannya, Muhammad pulang ke Mekkah. Saat
itu Khadijah berada di ruang atas. Dilihatnya Muhammad yang menaiki unta telah
memasuki halaman rumahnya, ia turun dan menyambutnya. Didengarnya Muhammad
bercerita tentang perjalanan dan pengalaman serta laba yang diperolehnya dengan
bahasa yang begitu fasih, demikian pula barang-barang dari Syam yang
diperolehnya. Khadijah gembira sekali mendengarnya. Sesudah itu, Maisara datang
dan bercerita tentang budi pekerti yang luhur serta kejujuran yang ada pada
diri Muhammad.
Usaha dagang yang dilaksanakan dengan jujur oleh Muhammad, yang
menghasilkan laba yang tidak sedikit, menyebabkan pertalian antara Muhammad dan
Khadijah. Dalam waktu singkat saja, kegembiraan Khadijah ini telah berubah
menjadi rasa cinta. Sehingga dia yang selama ini telah menolak lamaran
pemuka-pemuka dan pembesar-pembesar Quraisy tertarik hatinya untuk mengawini
pemuda ini.
Dari sebuah sumber, pernah Muhammad berbincang-bincang dengan sahabatnya,
Nufaisa bin Mun-ya. Nufaisa bertanya pada Muhammad,
“Kenapa kau tidak mau menikah?”.
“Aku tidak punya apa-apa sebagai persiapan perkawinan” jawabnya.
“ Kalau itu disediakan dan yang melamarmu cantik, berharta, dan terhormat,
akankah kau terima?”
“Siapa itu?”
Nufaisah menjawab dengan sepatah kata, “Khadijah”.
“Dengan cara bagaimana?” tanya Muhammad. Sebenarnya ia sendiri berkenan
kepada Khadijah sekalipun hati kecilnya agak ragu dan belum lagi memikirkan
soal perkawinan, mengingat Khadijah sudah menolak permintaan para hartawan dan
pembesar Quraisy.
“Serahkan padaku,” kata Nufaisah dan ia pun menyatakan kesetujuannya.
Khadijah yang tertarik dengan kejujuran dan budi pekerti yang sangat luhur
dari Muhammad akhirnya menyatakan ketertarikannya pada pamannya, Umar bin Asad.
Tak lama kemudian kedua keluarga berkumpul dan siap menentukan hari perkawinan.
Dengan 20 ekor unta muda sebagai mas kawin, Muhammad melangsungkan
pernikahannya dengan Khadijah. Pada saat itu Muhammad berumur 25 tahun sedangkan
Khadijah berumur 40 tahun. Sebelum menikah dengan Muhammad, Khadijah telah
terlebih dahulu menikah dengan Abi Halah, suaminya yang telah meninggal dan
meninggalkan seorang anak laki- laki yang bernama Halah.
Dari perkawinannya itu, ia memperoleh 2 orang putra dan 4 orang putri.
Namun, kedua putranya meninggal saat masih kecil, Qasim dan Tahir. Hal itu
telah menimbulkan duka yang sangat mendalam. Anak-anak yang hidup semuanya
perempuan, yaitu Zainab, Ruqayya, Ummi Kulthum, dan Fatimah yang akhirnya
dinikahkan dengan Ali bin Abi Thalib, sepupunya sendiri.
Kehidupan Rasulullah bersama Khadijah sebagai
suami istri berlangsung dengan selamat sentosa. Dalam usahanya, mereka semakin
sukses karena kejujuran dan kebaikan hati Muhammad.
G. Peletakan Hajar Aswad
Di kala
beliau mencapai usia 35 tahun, saat itu Quraisy memperbaharui Ka’bah karena
terjadi banjir besar yang turun dari gunung, yang menimpa dan meretakkan
dinding Ka’bah yang sudah lapuk. Seluruh kabilah Quraisy bekerja memperbarui
Ka’bah. Oleh mereka sudut-sudut Ka’bah dibagi menjadi 4 bagian. Tiap kabilah
mendapat satu sudut yang harus dirombak dan dibangun kembali.
Beliau
ikut bekerja dan membawa batu besama-sama mereka. Setelah pekerjaan tersebut
selesai, mereka akan meletakkan Hajar Aswad di tempat semula. Maka terjadilah
perselisihan pendapat antara mereka yang puncaknya hampir mengakibatkan perang
saudara, tentang siapa yang akan meletakkan Hajar Aswad. Bahkan diantara mereka
sempat bersumpah dengan membawa baki berisi darah guna memperkuat sumpah
mereka. Karena itu diberi nama La’aqat’d-Dam
yang artinya jilatan darah.
Setelah
terjadi perundingan, mereka sepakat, “Serahkanlah putusan kamu ini di tangan orang
yang pertama kali masuk ke pintu shafa ini” . Tatkala mereka melihat
Muhammad kebetulan memasuki pintu itu,
mereka berseru, “Ini Al-Amin, kami dapat menerima keputusannya”. Lalu kaum
Quraisy bergembira dan mereka berkata, “Kami rela kepada orang yang dipercayai
ini” .
Lalu
mereka menceritakan peristiwa itu kepadanya dan Muhammad pun sudah melihat di
mata mereka betapa api permusuhan telah berkobar dengan panasnya. Ia pun
berpikir sebentar. Lalu ia berkata “Kemarikan sehelai kain...”
Setelah
kain dibawakan, dihamparkannya dan diambilnya batu itu lalu diletakkannya
dengan tangannya sendiri. “Hendaknya setiap ketua kabilah memegang ujung kain
ini“ kata Muhammad. Kemudian Nabi menyuruh mereka mengangkat batu itu. Tatkala
sampai di tempatnya, kemudian Nabi sendiri mengambil Hajar Aswad itu dan
meletakkan di tempatnya. Mereka semua rela dan merasa puas dengan keputusan
nabi yang sejujur-jujurnya. Lalu mereka bersatu dan berseru, inilah ‘Al-Amin’, artinya orang yang dipercaya.
Dengan demikian perselisihan berakhir dan bencana dapat dihindarkan.
Dari
contoh diatas, terbuktilah bahwa orang yang telah diangkat dan terpilih menjadi
pemimpin untuk memimpin suatu tugas dan pekerjaan janganlah ia memborong segala
pekerjaannya, tetapi hendaklah ia pandai dan bijaksana dalam membagi tugas dan
pekerjaan itu kepada siapa yang berhak menerima pembagian dan sebagai suatu
jalan yang praktis.
H. Menerima Wahyu Pertama dan Menjadi Rasul
Sudah
menjadi kebiasaan orang-orang arab masa itu bahwa golongan berpikir mereka
selama beberapa waktu tiap tahun menjauhkan diri dari keramaian orang.
Pengasingan ini mereka namakan Tahannuth.
Ketika genap
berumur 40 tahun, pada 17 Ramadhan, di Puncak Gunung Hira sejauh 7 mil sebelah
utara dari Mekkah, Muhammad bertahannuth. Setiap tahun di Bulan Ramadhan ia
pergi kesana dan melakukan kegiatan itu. Demikian kuatnya sehingga ia lupa akan
dirinya sendiri, lupa makan, lupa terhadap segala sesuatu yang dan di dunia
ini. Sejenak ia tidur dan bermimpi hakiki tentang kebenaran yang ada. Kebenaran
itu adalah Allah, Pemelihara Semesta Alam, tiada Tuhan selain Dia. Barangsiapa
yang mengerjakan kebaikan ataupun kejahatan sekecil apapun akan terlihat
olehnya. Dan bahwa surga dan neraka, kehidupan setelah kematian itu benar
adanya.
Tatkala
ia sedang tertidur datanglah Malaikat Jibril membawa sehelai lembaran seraya
berkata, “Bacalah !” . Dengan terkejut Muhammad mejawab “Saya tidak dapat
membaca” . Ia merasa seolah makhluk misterius itu mencekiknya, kemudian
dilepaskan lagi seraya mengatakan hal yang sama, “ Bacalah !” . Masih dalam
keadaan ketakutan, dan merasa tercekik, ia berkata, “ Apa yang akan saya baca?”
Lalu
turunlah surat Al Alaq 1-5 :
Artinya :Bacalah! Dengan nama Tuhanmu Yang Menciptakan.
Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah. Dan Tuhanmu Maha Pemurah.
Yang mengajarkan dengan pena. Mengajarkan kepadan manusia apa yang belum
diketahuinya.....”
Kemudian
ia terbangun dan bingung dengan apa yang telah dilihatnya. Gerangan apakah yang telah dilihatnya? Ataukah ia
kesurupan? Ia masih gemetar dan menoleh ke sekitarnya, tapi tak melihat
apa-apa. Ia lari dari tempat itu, semuanya serba membingungkan. Siapa gerangan yang
menyuruhnya itu? Ia berlari menuruni gunung menyusuri pegunungan. Masih dengan
sejuta pertanyaan yang ada di kepalanya.
Tiba-tiba
ia mendengar ada suara memanggilnya. Dahsyat sekali terasanya. Ia melihat ke permukaan
langit. Dari ufuk barat sampai timur, yang terlihat adalah malaikat dalam
bentuk manusia memenuhi langit. Ia memalingkan muka dari apa yang dilihatnya,
sebentar maju, sebentar mundur. Tetapi kemanapun ia melangkah, malaikat yang
begitu indah itu masih saja tetap terlihat.
Saat
itu pula Khadijah telah menyuruh orang untuk mencarinya, tetapi Muhammad telah
pergi. Dia menyusuri jalan pulang dengan menunduk dan sering memejamkan mata
karena bingungnya. Setelah rupa malaikat itu menghilang ia berlari semakin
cepat untuk pulang.
Sesampainya
di rumah, ia masih menggigil ketakutan. “Selimuti aku!” Ia pun segera
diselimuti istrinya. Rasa ketakutan itu berkurang saat ia memandangi istrinya.
“Khadijah, kenapa aku?” . Kemudian diceritakannya peristiwa yang serba
membingungkan itu, serta kata-kata yang diucapkan makhluk misterius yang
ditemuinya tadi.
Khadijah
dengan penuh rasa kasih sayang mengatakan, “Oh suamiku. Bergembiralah dan
tabahkan hatimu. Demi Dia yang memegang hidup ini, aku berharap kiranya engkau
akan menjadi Nabi atas umat ini.” Akhirnya Muhammad pun tenang kembali dan
akhirnya tertidur. Khadijah menemaninya dan menatapnya dengan penuh kasih.
Setelah suaminya tertidur dengan nyenyak, Khadijah pun pergi perlahan-lahan.
Dibayangkannya dalam hati apa yang telah diceritakan oleh suaminya itu. Semua
itu dibentangkan kembali oleh Khadijah di depan mata hatinya. Kadang terkembang
senyum di bibir karena suatu harapan, kadang kecut juga rasanya, karena takut
akan nasib buruk yang mungkin menimpa Al-Amin kelak.
Karena
bingungnya, akhirnya ia pun mendatangi sepupunya, Waraqa bin Naufal yang
merupakan penganut Nasrani yang taat. Khadijah pun menceritakan peristiwa yang
dialami oleh suaminya tercinta. Waraqa berpikir sebentar dan mengatakan, “Maha
Kudus Ia, Maha kudus Ia, Demi Dia yang memegang hidup. Khadijah, pecayalah
bahwa dia telah menerima Namus Besar
seperti yang pernah diterima Musa. Dan sungguh pun dia adalah Nabi umat ini.
Katakan kepadanya supaya dia tetap tabah” .
Di
rumah, Muhammad yang sedang tertidur merasa dadanya sesak dan keringat dingin
membasahi sekujur tubuhnya. Ia terbangun dan malaikat telah hadir di depannya
dengan membawakan wahyu kedua, Surat Al-Mudatsir 17 :
Artinya :“Hai orang berselimut ! Bangulah dan samapikan
peringatan. Dan agungkan Tuhanmu. Pakaianmu pun bersihkan. Dan hindarkan
perbuatan dosa. Jangan kau memberi, karena ingin menerima lebih banyak. Dan
demi Tuhanmu, tabahkan hatimu”
Lalu
Khadijah datang dan Muhammad mengatakan “Waktu tidur dan istirahat sudah tak
ada lagi, Khadijah! Jibril membawa perintah supaya aku memberi peringatan
kepada umat manusia, mengajak mereka, dan supaya mereka beribadah hanya kepada
Allah. Tapi siapa yang kuajak? Dan siapa pula yang mendengarkan ?? ”
Akhirnya
telah resmi Muhammad menjadi seorang Rasul utusan Allah yang harus mengingatkan
dan meluruskan manusia dari segala kesesatan.
I. Menyiarkan Islam
Penduduk Mekah pada saat itu masih menyembah
berhala, kemudian Rasulullah mulai mengajak mereka menyembah Tuhan Allah, dan
meninggalkan penyembahan berhala.
Beliau mula-mula
menyiarkan agama Islam secara diam-diam dan pada saat itu ditujukan hanya
kepada kerabat saja. Kemudian Islam segera diterima oleh Khadijah, istri
beliau. Lalu menyusul Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah, Abu Bakar bin Abi Quhafa,
dan akhirnya cukuplah jumlah pemeluk Islam sebanyak 40 orang.
Setelah
beliau cukup mempunyai kekuatan, kemudian beliau diperintahkan Allah untuk
menyiarkan Islam dengan terang-terangan tanpa sembunyi-sembunyi lagi,
sebagaimana diyatakan dalam surat Al-Hijr 94 yang berbunyi :
Artinya : Berseru teranglah hai Muhammad, dengan semua
hal-hal yang diperintahkan, dan berpalinglah orang yang musrik.
Karena
Tuhan memerintahkan demikian, maka beliau datang di pasar-pasar dan
tempat-tempat orang yang banyak berkumpul. Disana beliau membaca Al-Quran dan
mengajak penduduk Mekkah memeluk Islam.
Berita
agam Islam terdengarlah mulai dari Mekkah sampai ke Madinah. Maka tertariklah
penduduk Madinah terhadap Islam, kemudian berduyun-duyunlah mereka memeluk agama
Islam.
J. Perstiwa Isra’ Mi’raj
Isra’ Mi’raj berawal terjadi karena ‘Amul Huzn, yaitu tahun
dukacita. Dimana kedua orang yang sangat disayangi dan dihormati oleh
Rasulullah pergi untuk selama-lamanya. Yang pertama adalah pamannya, Abu Thalib
yang telah merawat beliau dari kecil dan istri tercinta beliau Khadijah. Dalam
masa seperti itu, pada umumnya masih berteguh hati tidak ingin menikah lagi
dengan wanita lain, bahkan berselisih dengan perempuan hamba sahayapun tidak
sama sekali padahal jika mau, beliau dapat dengan mudah menikahi banyak wanita
tanpa melanggar adat yang berlaku pada masa itu. Apalagi mengingat Khadijah itu
seorang janda yang usianya hampir dua kali usia beliau sendiri.
Jelaslah bahwa kesediaan beliau untuk menikahi Khadijah semata-mata
hanya memandang kehormatannya, kesuciannya, kemuliaannya, dan kemantapan
tekadnya sehingga masyarakat memberi gelar kepada Khadijah “ Wanita Suci”.
Rasulullah sangat sedih, karena paman yang sangat dicintainya
itu belum memeluk Islam. Dengan wafatnya dua orang yang paling disayanginya
itu, beliau benar-benar merasakan kehilangan yang tak tergantikan juga.
Kesedihan
yang begitu mendalam karena kematian kedua orang yang sangat berpengaruh dalam
perkembangan islam, maka Allah mengisra’kan Rasulullah dalam suatu malam.
Diisra’kan (diperjalankan) Rasulullah dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil
Aqsha di Yerusalem, Palestina. Dari sanalah beliau dimi’rajkan atau dinaikkan
ke langit agar dapat menyaksikan betapa besar kekuasaan Allah dan
keajaiban-keajaiban makhluk ciptaannya, yang tidak mungkin dapat diketahui oleh
manusia di bumi dan tidak terjangkau oleh akal pikirannya.
Menurut
Dermenghem, kisah ini terjadi pada malan yang sunyi, dimana binatang-binatang
mala membisu. Ketika itu Muhammad pun bangun karena ada suara memanggilnya.
“Hai orang yang sedang tidur, bangunlah !” Dihadapannya telah berdiri malaikat
Jibril dengan wajah putih berseri dan berkilauan seperti salju melepaskan
rambutnya yang pirang terurai, dengan mengenakan pakaian berhiaskan mutiara dan
emas. Dari sekelilingnya sayap-sayap mengembang beraneka warna. Tangannya
memegang seekor hewan ajaib yang sayapnya seperti garuda, yaitu Buraq. Hewan itu membungkuk, dan
Rasulullah pun naik.
Maka
meluncurlah Buraq itu seperti anak panah yang membumbung diatas Mekkah, menuju
ke utara ditemani oleh Jibril. Berhenti di gunung Sinai tempat Tuhan berbicara
dengan Musa, dan berhenti lagi di Betlehem tempat Isa dilahirkan. Lalu meluncur
lagi ke udara.
Kemudian
mereka sampai di Baitul Maqdis dan beliau pun bersembahyang di Kuil Sulaiman.
Setelah itu beliaupun naik ke langit. Langit pertama tebuat dari perak murni
dengan dihiasi bintang-bintang. Tiap langit dijaga oleh malaikat, supaya tidak
ada setan-setan yang bisa naik ke atas atau jin yang mencuri dengar berita
rahasia-rahasia langit. Muhammad pun melihat ada salah satu jin yang menyelinap
dan akhirnya disambarkan kepadanya oleh malaikat sebuah petir yang
menyambar-nyambar. Di langit inilah Muhammad memberi hormat pada Adam. Di
tempat inilah semua makhluk memuji Tuhan. Pada keenam langit berikutnya
Muhammad pun bertemu dengan Nuh, Harun, Musa, Ibrahim, Daud, Sulaiman, Idris,
Yahya, dan Isa. Lalu beliau melihat Malaikat Izrail yang karena besarnya antara
kedua matanya adalah sejauh tujuh ribu perjalanan. Dan karena kekuasaanNya,
maka yang berada diperintahnya adalah seratus ribu kelompok. Ia sedang mencatat
nama-nama mereka yang lahir dan yang mati dalam sebuah buku besar. Ia juga
melihat Malaikat Airmata yang menangis karena dosa orang-orang, Malaikat Dendam
yang menguasai anasir api dan sedang duduk di singgasasna nyala api. Ada juga
malaikat yang sekaligus terbuat dari api dan salju. Dikelilingi malaikat yang
berkelompok menyebut nama Tuhan. “Oh Tuhan, Engkau telah menyatukan salju
dengan api, telah menyatukan hambaMu setia menurut ketentuanMu.” begitulah
beliau mendengarnya.
Sementara
beliau sedang merenungkan apa yang telah dilihatnya, sampailah mereka di
Sidratul Muntaha yang terletak di sebelah kanan Arsy yang dipanggul oleh jutaan
malaikat. Kemudian Jibril pun meminta diri, karena sudah tak kuat dan tidak
diizinkan masuk lagi. Beliau tetap membumbung tinggi dan masih keatas lagi.
Sampailah beliau di tempat yang Maha Kuasa. Beliau melihat Tuhan dan segala
yang tidak dapat dilukiskan oleh lidah. Tuhanpun mengulurkan tanganNya di dada
dan bahu Muhammad. Ketika itu, beliau merasakan kesejukan dan kedamaian
merasuki sekujur tubuhnya. Setelah berbicara, Tuhanpun memerintahkan hambaNya
supaya setiap muslim setiap hari sebahyang 50 kali.
Lalu
Muhammad pun turun dari langit dan bertemu Musa dan menceritakan pengalamannya.
Musa berkata padanya, “Bagaimana kau harapkan pengikut-pengikutmu agar dapat
melakukan shalat 50 kali? Sebelum engkau, aku pun telah mencoba pada anak-anak
israel sejauh yang dapat kulakuan. Bagaimana mungkin umatmu yang bertubuh kecil
bisa melakukannya sedangkan umatku yang bertubuh besar saja tidak bisa?
Percayalah dan kembalilah pada Tuhan, mintalah supaya dikurangi banyaknya
sembahyang...”
Muhammad
pun kembali, dan jumlah sembahyang pun dikurangi menjadi 40. Tetapi Musa pun
menganggap itu masih diluar kemampuan orang, disuruhnya Nabi penggantinya itu
kembali pada Tuhan sampai berkali-kali dan akhirnya berakhir ketentuan sampai
lima kali. Perintah shalat lima waktu yang hukumnya wajib bagi setiap pemeluk
agama Islam. Peristiwa ini terjadi satu tahun sebelum hijrah pada tanggal 27
Rajab, demikianlah yang dikatakan oleh Ibnu Katsir.
Setelah
peristiwa Isra’ Mi’raj, banyak kalangan kafir Quarisy yang menertawakannya.
Bahkan ada pula dari kaum muslimin yang menjadi murtad karenanya. Masalahnya
telah jelas, perjalanan kafilah yang terus menerus dari Mekas ke Syam memakan
waktu sebulan pergi dan sebulan pulang. Bagaimana mungkin Muhammad melaluinya
hanya dalam satu malam ditambah lagi berkeliling ke tempat tempat yang tidak
jelas bentuknya? Hampir semua menanggapinya dalam bentuk materi.
“Kalian
berdusta,” kata Abu Bakar.
“Sungguh,
dia di masjid dan sedang berbicara pada orang-orang,” kata mereka.
“Dan
kalaupun itu yang dikatakannya, tentulah ia berbicara yang sebenarnya. Dia
mengatakan kepadaku, bahwa ada berita dari Tuhan, dari langit ke bumi, pada
waktu siang dan malam. Aku percaya. Ini lebih lagi dari yang kamu herankan..”.
Lalu Abu Bakar pun mendatangi Rasulullah dan mendengarkan dengan seksama. Rasulullah
menceritakan tentang Baitul Maqdis, Abu bakar pernah berkunjung kesana. Setelah
melukiskan Masjidnya, Abu Bakar pun berkata, “Rasulullah, saya percaya”.
Sejak
itu Rasulullah memanggil Abu Bakar dengan ‘Ash-Shuddiq’ artinya yang tulus hati dan jujur.
K. Hijrah Ke Madinah
Di
Mekkah Rasulullah sudah tidak memiliki pelindung dan penyuplai dana untuk
menyebarkan agama lagi. Ketika dia mengunjungi daerah Taif dan Thaqif untuk
meminta dukungan, ternyata kabilah-kabilah disana telah mendapat pengaruh
Quarisy dan menolaknya dengan kasar. Mereka melemparinya dengan tanah. Muhammad
pun pulang dengan bekas lemparan tanah yang ada di kepalanya. Sesampainya di
rumah, Fatimah pun menangis dan dibersihkannya baju ayahnya.Meskipun telah ada
Hamzah dan Umar, namun gangguan dari Kafir Quraisy telah melebihi batas.
Begitupun tidak melunturkan imannya kepada sang Maha Pencipta.
Tidak
selang beberapa tahun, tiba-tiba tampak tanda permulaan kemenangan datang dari
arah Yathrib. Bagi Muhammad, Yathrib memiliki hubungan dekat sekali. Disana ada
kuburan ayah dan kakeknya. Selain itu, famili-familinya dari pihak Ibnu Najjar
dan saudara-saudara ibunya tinggal disana.
Telah
banyak penduduk Yathrib yang memeluk Islam, dan mempersilakan Rasulullah untuk
sesekali mengunjunginya. Karena tantangan dan hambatan dari kaum kafir Quraisy
yang bertubi-tubi dan tidak dapat dielakkan lagi, maka hijrahlah beliau bersama
sahabatnya ke Yathrib.
Beliau berangkat dengan sahabatnya yang setia
yaitu Abu Bakar dengan sembunyi-sembunyi. Untuk menghindari kejaran dari kaum
kafir Quraisy, Rasulullah menyuruh Ali supaya memakai baju hijaunya dan tidur
di tempat tidurnya, sedangkan ia dan Abu Bakar bersembunyi di Gua Tsur. Setelah
mereka memasuki gua itu, terjadilah mukjizat. Seekor laba-laba tiba-tiba membangn
rumahnya di mulut gua dan datanglah dua merpati yang bertenggar di pintu gua.
Disebelah gua, tumbuhlah pohon yang rantingnya menjuntai menutupi gua sehingga
tidak tamapk ada manusia di dalamnya. Akhirnya pemuda-pemuda kafir Quarisy yang
mengejarnya mengurungkan niatnya untuk memasuki gua itu.
Pengejaran
oleh kafir Quraisy masih dilakukan. Bahkan mereka telah menyiapkan imbalan
sebanyak seratus ekor unta bagi siapa saja yang menemukan Muhammad. Namun,
pengejaran itu tidak pernah berhasil. Setelah beberapa hari, sampailah mereka
di Yathrib.
Sejak
peristiwa hijrah, Sayyidina Umar Ibnu Khattab membuat perhitungan permulaan
Tahun Hijriyah. Sedangkan Umar bin Khattab sendiri, hijrah dengan
terang-terangan. Bahkan dia sempat mengancam penduduk Mekkah, bila ada yang
menghalanginya untuk hijrah, maka ‘Macan Gurun’ menunggunya berduel di tengah
gurun.
L. Tiba di Madinah
Setelah
penduduk Madinah mendapat berita kedatangan Rasulullah ke Madinah, bergembiralah mereka dan menyambut
dengan sorak-sorai, tahmid dan takbir. Kaum wanita dan anak-anak bernyanyi
dengan riangnya memuji dan bersyukur atas kedatangan Rasulullah, serta ikrar
patuh dan setia terhadap perintah agama. Sesampainya Rasulullah di Yathrib
Rasulullah berkeliling-keliling untuk melihat keadaan. Mereka penasaran dan
mengikuti kemana Rasulullah pergi seraya menawarkan temapt tinggalnya untuk
Rasulullah. Namun, Rasulullah mengambil jalan tengah, yaitu mengikuti kemana
untanya berjalan. Dimana unta itu berhenti, disitu dia akan tinggal. Setelah
berkeliling, unta itu pun berlutut di depan jemuran kurma mulik Sahl dan Suhail
bin Amr.
“Kepunyaan
siapa tempat ini?” tanyanya.
“Kepunyaan
Sahl dan Suhail bin Amr,” jawab Maad bin Afra. Dia adalah wali kedua anak itu.
Ia akan membicarakan soal tersebut kepada kedua anak yatim tersebut. Dimintanya
Rasulullah untuk membangun masjid di tempat itu, Rasulullah pun mengabulkan dan
dimintanya pula di tempat itu didirikan masjid tempat tinggalnya.
Dibelinya
tempat itu untuk membangun masjid. Masjid itu dibangun dan dilengkapi sebuah
ruangan kecil tempat fakir miskin. Rasulullah pun membangun sendiri masjid itu
dibantu oleh sahabat-sahabatnya. Sementara tempat itu dibangun, ia tinggal
bersama keluarga Abu Ayyub Khalid bin Zaid Al-Anshari. Selesai masjid dibangun,
dibangunlah tempat tinggal Rasul di sebelahnya.
Nama
Yathrib pun diganti dengan Madinah, artinya kota cahaya. Dan kepada penduduk
Madinah, Rasulullah memberi gelar kaum Anshor, yang artinya orang-orang yang
menolong. Sedangkan kepada penduduk Mekkah yang hijrah mereka diberi gelar
Muhajirin. Kemudian kedua kaum tersebut, yaitu Anshor dan Muhajirin diikatkan
tali persaudaraan yang teguh.
M. Peperangan Yang Terjadi Untuk Mempertahankan Islam
Setelah Nabi berada di Madinah, banyak kejadian
yang terjadi, antara lain Adzan mulai disiarkan, munculnya kemunafikan di
Madinah, penyeragaman kiblat, izin berperang dan adanya ketentuan wajib
berpuasa di bulan Ramadhan.
Timbul
konsolidasi keamanan dan kemantapan di Madinah. Tetapi kaum kafir Quraisy masih
ingin menghalangi tersiarnya Islam, sehingga banyak terjadi peperangan. Yang
paling besar adalah Perang Badar dimana pasukan muslimin dengan peralatan
seadanya dan jumlah yang tidak mungkin untuk melawan banyaknya kaum kafir
Quraisy memenangkan perang akbar tersebut. Namun, dibalik kegembiraan
kemenangan itu, ada sebuah berita duka. Ruqayya putri nabi, ketika perang
sedang menderita sakit, dan Usman bin Affan suaminya tidak mengikuti perang
karena harus merawat istrinya. Tetapi, tak dapat dielakkan lagi, Ruqayya
akhirnya wafat. Rasulullah pun sangat sedih.
Karena
sakit hati kalah perang akhirnya kaum kafir Quraisy membalas dan terjadi Perang
Uhud, dimana saat itu, pasukan Islam mengalami kekalahan untuk yang pertama
kalinya karena tidak mau menuruti komando dari Rasulullah. Lalu ada pula perang
Khandaq yang dalam peperangan tersebut, kaum muslimin bersiasat dengan
membangun parit-parit yang tidak terlihat di sekeliling gerbang Kota Madinah.
Dalam
suatu kisah diceritakan, Muhammad dan para sahabatnya yang sedang membangun
parit mengalami kehabisan bahan makanan. Supaya teriakan perutnya tidak
berbunyi keras, Rasulullah mengganjal perutnya dengan batu. Setiap hari satu
batu, sampai akhirnya ada seorang wanita anshor yang risau melihat keadaan
Rasulullah. Dikatakannya hal itu pada suaminya, dan akhirnya mereka sepakat
untuk menyembelih kambingnya yang masih terlalu kecil untuk dibuatkan sup
daging dan diberikan pada Rasulullah. Dipanggilnya Rasulullah dengan
sembunyi-sembunyi tentang perihal makanan khusus yang disediakan yang hanya cukup
untuk Rasulullah. Namun, setelah mendengarnya, Rasulullah malah memerintahkan
seluruh sahabatnya untuk berhenti bekerja dan datang ke rumah suami-istri tadi.
Alangkah kagetnya Suami-Istri tersebut, karena makanan itu tidak mungkin cukup
untuk semua. Mereka sangat bingung, tetapi para sahabat yang sudah terlanjur
kelaparan telah datang berduyun-duyun datang ke rumahnya. Mereka pun makan,
tapi terjadilah suatu mukjizat. Makanan itu tidak habis-habis, padahal dimakan
oleh seluruh pekerja yang dan sahabat yang membuat parit. Alangkah leganya hati
suami-istri tersebut, dan Rasulullah pun tersenyum. Beliau makan terakhir
dimana seluruh pekerja dan sahabat-sahabatnya telah mengambil makanan.
Peperangan-peperangan
tersebut dipimpin oleh Rasulullah sendiri. Sampai pada akhirnya dibentuk
perjanjian perdamaian. Salah satunya adalah perjanjian Hudaibiyah yang intinya
antara Madinah dan Mekkah tidak saling menyerang dalam beberapa waktu yang
telah ditentukan. Dalam perjanjian itu pula, kaum muslimin menyatakan janji setia
kepada Rasulullah bahwa mereka akan tetap membela Islam dalam keadaan
bagaimanapun sampai titik darah penghabisan.
N. Istri-Istri Rasulullah
Istri-istri
Rasulullah keseluruhannya ada 11 orang yang silih berganti meninggal dunia.
Dari 11 orang itu, kesemuanya adalah janda dan hanya Aisyah binti Abu Bakar
Ash-Shiddiq yang dinikahi Rasulullah dalam keadaan perawan. Mereka adalah
Khadijah binti Khuwalid, Aisyah binti Abu Bakar, Saudah binti Zam’ah, Hafsah
binti Umar, zainab binti Khuzaimah, Hindun binti Abu Umayyah, Zainab binti
Jahsy, Juwariyah binti Harits, Ramlah binti Abu Sofyan, Shafiyyah binti Huyaiy,
Maimunah binti Harits dan beberapa budak yang lain. Sampai akhir hayat
Rasulullah tidak pernah memadu lebih dari 4 orang. Mereka disebut Ummul Mukminin.
Istri
pertamanya adalah Khadijah binti Khuwalid yang memeliki silsilah yang sama
dengan beliau dari Qushaiy bin Kilab. Saat mereka menikah, Rasulullah berumur
25 tahun dan Khadijah 40 tahun. Khadijah wafat sebelum hijrah. Hingga Khadijah
wafat, dia tetap sebagai istri tunggal Rasulullah yang paling disayangi dan
tidak tergantikan.
Hafsah
binti Umar adalah putri Umar bin Khattab yang dinikahi Rasulullah pada saat
sekitar umur 17 tahun. Hafsah berpostur sedang dan berkulit agak coklat. Saat
itu suami Hafsah telah meninggal dalam peperangan dan Hafsah tidak segera
mendapat gantinya. Pada budaya orang Arab, adalah sangat memalukan bila janda
tidak segera mendapat lamaran orang. Akhirnya Rasulullah melamarnya disambut
dengan sangat gembira oleh Umar bin Khattab. Rumah Hafsah agak jauh dari Masjid
tempat berjamaah. Sedangkan rumah Aisyah berada di sebelah Masjid. Rasulullah
sangat menyukai kurma dan air yang dicampur dengan madu. Seringkali ketika
giliran Hafsah atau tidak pada saat giliran Aisyah, Rasulullah tetap mampir ke
rumah Aisyah untuk meminta air madu mengingat dekatnya rumah Isyah dengan
masjid. Hal itu diketahui oleh Hafsah dan para istri yang lain sehingga sempat
menimbulkan protes. Akhirnya Rasulullah meminta maaf dan memakluminya.
Shafiyyah
binti Huyaiy adalah seorang budak Yahudi yang deambil oleh Rasulullah. Saat
mengambilnya, Rasulullah memberikan dua pilihan pada Shafiyyah, pertama
dibebaskan dan tetap menganut Yahudi, atau masuk Islam dan menjadi salah satu
istri Rasulullah. Ternyata setelah diberi pilihan tersebut, Shafiyah malah
memilih pilihan kedua. Perawakannya tinggi dan kulitnya putih mulus. Hal inilah
yang membuat Hafsah dan Aisyah agak cemburu bila bertemu dengannya.
Aisyah
binti Abu Bakar Ash-Shiddiq dinikahi pada umur 9 tahun atas permintaan Abu
Bakar. Pada suatu ketika, Aisyah sedang bermain boneka dengan teman-temannya di
rumah. Lalu datanglah Rasulullah. Kamudian teman-teman Aisyah tadi meminta izin
pulang karena merasa sungkan terhadap Nabi. Akhirnya Aisyah yang masih seusia
gadis kecil merasa kecewa karena teman-temannya pulang meneruskan permainannya
sendiri dengan bersungut-sungut.
Rasulullah
mengetahui kegusaran hati Aisyah mencoba menggodanya supaya Aisyah tidak lagi
besungut-sungut. Saat Aisyah memegang salah satu bonekanya, “Apa itu ?” tanya
Rasulullah. “Ini anakku,” jawabnya. “Kalau yang ini?”tanya Rasulullah kemudian.
“Ini Kuda”, jawab Aisyah mulai melunak. Setelah mendengar jawaban terakhir ini
Rasulullah pun tertawa terbahak-bahak dengan Aisyah yang masih tersenyum dengan
pipi kemerah-merahan. Maka Rasulullah pun menyebutnya Khumairo’, yang artinya pipi yang kemerah-merahan.
Aisyah
merupakan istri yang paling muda, cerdas dan pencemburu. Karena masih gadis
kecil, posturnya mungil dan wajahnya manis dengan pipi kemerah-merahan. Air
mukanya selalu manis dan pandai bergaul dengan orang-orang. Aisyah merupakan
periwayat hadist terbanyak keempat dalam sejarah Islam. Kebanyakan hadist yang
diriwayatkan oleh Aisyah berkisar tentang kehidupan rumah tangga.
Selain
itu Rasulullah memiliki budak perempuan bernama Maria dari Qopti. Dia lebih
sering disebut Maria Qiptiah. Oleh Rasulullah ditempatkannya Maria di rumah
kecil di tengah kebun anggur kecil miliknya di daerah pinggiran Madinah. Maria
telah melahirkan satu-satunya putra Rasulullah
dari istri yang lain, Khadijah. Dinamainya anak itu, Ibrahim, bapak para
nabi. Setiap hari Rasulullah mengunjungi Ibrahim dan semakin senangnya
Rasulullah ketika melihat senyum dan pertumbuhannya. Setiap sore dibawanya
berkeliling dan ditunjukkan kepada penduduk kota, seraya mengatakan,
“Anakku...Anakku... Ini Anakku... !” Tentu saja akhirnya mengakibatkan
kecemburuan-kecemburuan pada para istri yang lain. Namun, karena terlalu
sayangnya Rasulullah itu, akhirnya Allah mengambilnya ketika masa-masa perang
Tabuk. Kala itu usia Ibrahim belum genap 1 tahun. Hal itu membawa kesedihan
yang mendalam dalam diri Rasulullah.
Hanya
Khadijah dan Marialah yang menghasilkan keturunan dari Rasulullah. Namun, dari
7 anak-anak Rasulullah, hanya Fatimahlah yang masih hidup dan bisa menghasilkan
keturunan sampai sekarang, yaitu Hasan dan Husein. Kebanyakan istri-istri
Rasulullah dinikahi untuk menambah syiar islam dan menolong atau menghormati
suami para istri tersebut yang mati syahid dalam berbagai peperangan.
O. Peristiwa Fatkhul Mekkah Dan Tunduknya Arab
Kaum
kafir Quraisy yang selalu membenci Islam menyerang Madinah padahal waktu yang
ditentukan belum habis. Sehingga umat Islam bersiap-siap untuk menyerang dan
merebut kembali Kota Mekkah.
Pada
tahun 8 Hijriyah, nabi bersama sahabat-sahabatnya dapat merebut kembali Kota
kelahirannya, Mekkah, dari kaum kafir Quraisy. Nabi dan tentara Islam yang
gagah berani masuk ke Kota Mekkah dengan kemenangan. Kemudian beliau menuju
Ka’bah dan menghancurkan semua berhala yang ada disana. Selain itu, beliau
menyuruh sahabatnya Bilal, untuk mengumandangkan Adzan di atas Ka’bah sebagai
tanda tunduknya Mekkah dan kekuasaan Islam disana. Mereka takluk dan bangsa
arab tunduk. Pada hari itu, sejumlah besar penduduk Mekkah memeluk Islam, dan Rasulullah
memberikan ampunan kepada mereka yang telah memusuhinya selama ini kecuali
beberapa orang masih menentang
Rasulullah SAW.
Dalam
waktu dua minggu Muhammad tinggal di Mekkah, beliau mengurusi pemerintahan dan
keamanan. Diantaranya kunci Ka’bah diserahkan Uthman bin Talha dan keturunannya
yang tidak boleh berpindah tangan, dan barangsiapa mengambilnya orang itu
aniaya kepadanya. Sedang pengurusan Air Zamzam pada musim haji ditangani oleh
pamannya, Abbas.
Setelah
selesai mengatur segala urusan, beliau menyerahkan kepercayaannya kepada
rakyat, lalu beliau kembali lagi ke Madinah untuk sementara waktu. Pada tahun
10 Hijriyah beliau kembali lagi ke Mekkah untuk menunaikan Haji Wada’. Disana
di pada Arafah, beliau berkhutbah dan menyatakan kepada umat Islam tentang
kewajiban haji, kemuliaan islam dan beberapa wasiat yang penting.
P. Rasulullah Wafat
Setelah
beliau selesai menunaikan haji wada’ dan menyempurnakan agama Islam, Islam
telah tersebar di Jazirah arab dan sekitarnya. Setelah haji, kesehatan Rasulullah
terus menurun dan akhirnya sakit keras. Karena kesetan yang makin menurun,
beliau tidak sanggup menjadi imam saat shalat subuh. Beliau mengutus Abu Bakar
Ash-Shiddiq, sahabat karibnya untuk menggantikan dia mengimami shalat subuh.
Setelah shalat subuh, beliau menyuruh para pengikut dan sahabatnya untuk
berkumpul dan meminta maaf atas segala sesuatu bila ada kesalahan yang beliau
lakukan semasa hidup. Para pengikut dan sahabat menagis tersedu-sedu melihat
keadaan Rasulullah yang semakin memburuk.
Para
istri datang menjenguknya setiap hari. Tak terkecuali Fatimah putri
satu-satunya yang masih hidup. Fatimah selalu menangis tersedu-sedu merawat
ayahnya. Diciumnya ayahnya setiap dia datang, dan kemudian menangis lagi. Namun
setelah Rasulullah membisikkan sesuatu padanya, kemudian tangis itu berubah
menjadi tangis bahagia. Ketika ditanya, Fatimah mengatakan ini adalah rahasia.
Namun setelah Rasulullah wafat, Fatimah mengatakan kalau dia adalah orang
pertama yang berkumpul dengan Rasulullah di surga.
Maka pada
saat Dhuha menjelang tengah hari tanggal 12 Rabiul awal tahun 11 Hijriyah pada
usia 63 tahun, dengan memakai baju zirah yang sambil menatap pandangannya ke
atap rumah seraya berucap “Allahumma Arrofiqul A’la“ beliau menghembuskan napas
yang terakhir di pangkuan Aisyah. Peristiwa itu terjadi bilik kamar Aisyah dan
dimakamkan di Madinah. Menjelang ajalnya, beliau mewasiatkan 3 hal, yaitu sholat,
zakat, dan pelakuan baik terhadap perempuan budak. Tidak ada warisan apapun
yang ditinggalkan oleh beliau, selain seekor baghl, yaitu hasil persilangan
antara kuda dan keledai, sebuah tombak, dan sebidang tanah di Fadak.
Beliau
wafat setelah berjuang menegakkan Islam dalam masa 23 tahun untuk kebahagiaan
hamba Allah di dunia dan akhirat.
Q. Jasa dan Akhlaq Rasulullah
Dalam
perjalannan hidupnya sejak kecil hingga dewasa sampai diangkat menjadi Rasul,
Beliau terkenal sebagai orang yang jujur dan berkepribadian tinggi. Karena
jujurnya dalam perkataan dan perbuatan, maka beliau dijuluki Al-amin, yang artinya orang yang dapat
dipercaya.
Beliau
juga dikenal sangat menyayangi dan sering bercanda dengan anak kecil. Sering
beliau bercanda dengan cucunya Umama, putri Zainab. Bahkan ketika shalat pun,
ketika berdiri beliau menggendongnya dan ketika sujud diletakkan.
Beliau
selalu mengutamakan kebersihan. Selain mandi dan berwulu, beliau juga rajin
merawat rambut, seperti menyisir dan meminyakinya.
Kata para
ahli sejarah, Muhammad sejak lahir sampai akhir hayat tidak pernah menyembah
berhala, tidak pernah makan makanan haram dan daging hewan yang disembelih
untuk pengorbanan berhala.
Selama
hidupnya, Muhammad sangat menyukai syair walaupun tidak bisa membuatnya karena
tidak bisa membaca dan tidak pernah sekolah, sehingga menunjukkan kebenaran
islam dan wahyu-wahyu disampaikan padanya melewati malaikat Jibril yang
mengandung nilai sastra yang sangat tinggi dalam kesusastraan arab adalah
sesuatu yang tidak dikarang-karang dan haq.
Sebagai
manusia yang bakal menjadi pembimbing umat manusia, Muhammad memiliki bakat dan
berjiwa besar, kecerdasan pikiran dan cepat tanggapnya dan keras kemauannya
tetapi sangat sabar dalam menghadapi orang-orang di sekitarnya. Beliau
mengetahui babak-babak sejarah negri dan kesedihan masyarakat dan
pemandangannya itu tidak hilang dari ingatannya.
Jasa-Jasa
Muhammad SAW kepada perikemanusiaan dan pembangunan :
1. Budi pekerti dan akhlaq seluruh bangsa beliaulah yang pertama kali
menaburkan bibit persamaan hak , keadilan dan demokrasi antar umat.
2. Meletakkan dan meninggalkan agama yang paling sempurna, Islam, unntuk
seluruh bangsa dan menjadikan Islam sebagai tali penghubung antara manusia dan
manusia , dan antara manusia-dengan Tuhan Semesta Alam, Allh SWT.
3. Mempersatukan segala bangsa dalam panji-panji tauhiduntuk mebawa umat
menuju keselamatan dunia maupun akhirat.
ALLAHU A’LAMU WALAA ‘ILMA LANAA
ILLAA MAA ‘ALLAMTANAA
0 komentar:
Posting Komentar