Merek adalah nama, istilah, tanda, simbol atau
rancangan atau kombinasi hal – hal tersebut, yang dimaksudkan untuk
mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok penjual dan
untuk membedakannya dari produk pesaing (Kotler, 2005:82). Kemudian, Brand equity yaitu kumpulan sesuatu yang
berharga (assets) yang melekat pada
merek serta kewajiban-kewajiban (liabilities)
yang terjalin pada sebuah merek, nama, dan simbol yang dapat menambah atau
mengurangi ”nilai” suatu produk (Tandjung, 2004:53). Sedangkan Asosiasi merek
adalah segala sesuatu yang terjalin di dalam ingatan sebuah merek(Tandjung,
2004:59).
Menjelaskan tentang sikap konsumen terhadap sebuah
citra produk, tidak dapat lepas dari brand awarness atau kesadaran merek. Brand Awareness adalah kemampuan pembeli potensial untuk mengenali
atau mengingat merek untuk kategori produk tertentu. Berikut merupakan tahap
kesadaran terhadap suatu merek :
- Top of Mind,
Merek yang disebut pertama
kali untuk produk tertentu. Misalnya, dari 100 orang yang ditanya tentang merek
televisi, mayoritas menyebut Sony untuk peringkat pertama. Maka Sony adalah Top
of Mind produk televisi.
- Brand Recall
Merek yang disebut untuk kelas produk tertentu, misalkan
untuk televise adalah Sony atau Toshiba. Sedangkan untuk sepeda motor adalah
Honda atau Suuki. PAda umumnya pelanggan hanya bias mengingat dan menyebut
paling banyak tujuh merek.
- Brand Recognition
Pelanggan dapat mengingat
merek tapi ingatannya tidak terlalu kuat. Brand Reconitionadalah tingkat
minimum dalam proses menciptakan kesadaran terhadap merek. Paling tidak, suatu
merek pernah didengar oleh masyarakat. Hal ini menjadi lebih penting lagi kalau
merek tersebutsudah didisplay pada etalase-etalase supermarket.
- Unaware of Brand
Merupakan kontradiksi Top of Mind, dimana masyarakat
tidak pernah menyebut merek produk untuk kategori tertentu. Dampaknya tentu
saja tingkat penjualan tidak terlalu bagus dan produk tersebut tidak dikenal
oleh masyarakat.
Sangat penting bagi perusahaan untuk memperhatikan
citranya di mata konsumen. Karena
hal ini berkaitan dengan segala aspek yang dimiliki perusahaan terutama pada
penjualan. Sebagai contoh, dalam kasus Kartun Nabi Muhammad yang diterbitkan
harian dari Denmark memicu protes dari umat muslim berbagai penjuru dunia.
Akhirnya seluruh belahan dunia sepakat melakukan boikot dengan menghentikan
konsumsi segala produk dari Denmark. Padahal produsen-produsen Denmark tersebut
tidak ikut mencela Nabi Muhammad namun juga terkena dampaknya. Dari contoh
diatas, dapat disimpulkan bahwa memang perusahaan sangat rentan terkena dampak
negatif baik internal maupun ekternal.
Dari berbagai penjelasan diatas dapat disimpulkan
bahwa konsumen sangat terpengaruh pada citra merek yang terbentuk sejak awal.
Dimana akan menjadi sangat sulit bila sebuah perusahaan menghapus citra buruk
yang sudah melekat padanya. Sehingga dalam kondisi apapun, perusahaan harus
menjaga profesionalitas dan segala citra yang ada pada dirinya, untuk
kelangsungannya di masa mendatang